Soekarni

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan
(Dialihkan dari Sukarni)

Soekarni (EYD: Sukarni; 14 Juli 1916 – 7 Mei 1971), yang nama lengkapnya adalah Soekarni Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang kemerdekaan dan Pahlawan Nasional Indonesia. Gelar Pahlawan Nasional Indonesia disematkan oleh Presiden Joko Widodo, pada 7 November 2014 kepada perwakilan keluarga di Istana Negara Jakarta.[1]

Soekarni
Sukarni, 1960
LahirSoekarni Kartodiwirjo
(1916-07-14)14 Juli 1916
Hindia Belanda Blitar, Jawa Timur, Hindia Belanda
Meninggal7 Mei 1971(1971-05-07) (umur 54)
Indonesia Jakarta, Indonesia
MakamTaman Makam Pahlawan Kalibata
7°48′9.88″S 110°23′2.11″E / 7.8027444°S 110.3839194°E / -7.8027444; 110.3839194
KebangsaanIndonesia
PekerjaanAktivis kemerdekaan, politisi, kemudian diplomat
PendahuluSukarjo Wiryopranoto
PenggantiDjawoto
Partai politikMurba Partai Murba
Orang tuaKartodiwirjo (ayah)
Supiah (ibu)
Patung Sukarni di Museum Joeang 45, Menteng.

Kelahiran dan masa kecil

sunting

Sukarni lahir hari Kamis Wage di desa Sumberdiran, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Namanya jika dijabarkan berarti "Su" artinya lebih sedangkan "Karni" artinya banyak memperhatikan dengan tujuan oleh orangtuanya agar Sukarni lebih memperhatikan nasib bangsanya yang kala itu masih dijajah Belanda. Sukarni merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara.

Urutan saudara

sunting
  1. Hono Karto Dihardjo
  2. Soekarmilah (Ny. H. Sopran)
  3. Soekardi
  4. Soekarlim
  5. Soekarni
  6. Soekarti (Ny. Sastro Roesdi)
  7. Karmijem (Ny. Parto Widjono)
  8. Endang Sartini (Ny. Muslimin)
  9. Soekarpo (Endi Soekarto)
  10. Soekarjo

Ayahnya adalah Dimoen Kartodiwirjo, keturunan dari Eyang Onggo, juru masak Pangeran Diponegoro. Ibunya bernama Pidjah, gadis asal Kediri. Keluarga Sukarni bisa dikatakan berkecukupan jika dibanding penduduk yang lain. Ayahnya membuka toko daging di pasar Garum dan usahanya sangat laris.

Pendidikan dan masa kecil

sunting

Sukarni masuk sekolah di Mardisiswo di Blitar (semacam Taman Siswa yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara). Di sekolah ini Sukarni belajar mengenai nasionalisme melalui Moh. Anwar yang berasal dari Banyumas, pendiri Mardidiswo sekaligus tokoh pergerakan Indonesia. Pada pendidikan inilah jiwa nasionalisme Sukarni tumbuh, ditambah pemikiran orang di sekitarnya seperti dari seorang guru bernama Mohammad Anwar yang memiliki sikap antikolonialisme Belanda. Setelah menyelesaikan studi dari Mardisiswo, Sukarni melanjutkan sekolah ke HIS (Hollandsch-Inlandsche School) di Blitar. Kemudian Sukarni meneruskan pendidikan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) masih di kota yang sama, memiliki minat di bidang pendidikan maka ia melanjutkan ke Kweekschool atau Sekolah Guru dan Volks Universiteit atau Universitas Rakyat.

Sebagai anak muda, Sukarni terkenal karena kebiasaannya sering berbuat onar. Dia sering berkelahi dan senang menantang orang Belanda. Dia pernah mengumpulkan 30-50 orang teman-temannya dan mengirim surat tantangan ke anak muda Belanda untuk berkelahi. Lokasinya di kebun raya Blitar, dekat sebuah kolam. Anak-anak Belanda menerima tantangan itu dan terjadilah tawuran. Kelompok Sukarni memenangkan perkelahian itu dan anak Belanda yang kalah dicemplungkan ke kolam.

Menjadi Aktivis Pergerakan

sunting

Perkenalan Sukarni dengan dunia pergerakan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dimulai ketika usia masih remaja, 14 tahun, saat dia masuk menjadi anggota perhimpunan Indonesia Muda tahun 1930. Semenjak itu dia berkembang menjadi pemuda militan dan revolusioner. Selain itu ia juga sempat mendirikan organisasi Persatuan Pemuda Kita.

Ketika di MULO, Sukarni dikeluarkan dari sekolah karena mencari masalah dengan pemerintah kolonial Belanda. Bukannya surut, semangat belajarnya malah semakin membara. Dia bersekolah ke Yogyakarta, dan kemudian ke Jakarta pada sekolah kejuruan guru. Atas bantuan Ibu Wardoyo (kakak Bung Karno), Sukarni disekolahkan di Bandung jurusan jurnalistik.

Pada masa-masa di Bandung inilah, konon Sukarni pernah mengikuti kursus pengkaderan politik pimpinan Soekarno. Disinilah dia bertemu dan mengikat sahabat dengan Wikana, Asmara Hadi dan SK Trimurti.

Tahun 1934 Sukarni berhasil menjadi Ketua Pengurus Besar Indonesia Muda, sementara itu Belanda mulai mencurigainya sebagai anak muda militan. Tahun 1936 pemerintah kolonial melakukan penggerebekan terhadap para pengurus Indonesia Muda, tetapi Sukarni sendiri berhasil kabur dan hidup dalam pelarian selama beberapa tahun.

Masa Pendudukan Jepang

sunting

Tidak lama sebelum Jepang masuk, Sukarni tertangkap di Balikpapan dan kemudian dibawa ke Samarinda. Namun, setelah Jepang masuk, Sukarni berserta beberapa tokoh pergerakan lain seperti Adam Malik dan Wikana malah dibebaskan oleh Jepang. Awal-awal pendudukan Jepang, Sukarni sempat bekerja di kantor berita Antara yang didirikan oleh Adam Malik (yang kemudian berubah jadi Domei). Pada masa Jepang ini, Sukarni juga bertemu dengan Tan Malaka. Tan Malaka-lah yang menjadi otak pembentukan partai Murba dan dia jugalah yang menyarankan kepada anggota Murba lainnya agar Sukarni yang menjadi Ketua Umum.

Tahun 1943, bersama Chairul Saleh, dia memimpin Asrama Angkatan Baru Indonesia di Menteng 31. Di tempat itu Sukarni makin giat menggembleng para pemuda untuk berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Seperti diketahui, pada kurun selanjutnya, Menteng 31 dikenal sebagai salah satu pusat penting yang melahirkan tokoh Angkatan 45.

Peristiwa Rengasdengklok

sunting

Mendengar berita kekalahan Jepang, kelompok pemuda dengan kelompok bawah tanah di bawah pimpinan Sutan Syahrir, bersepakat bahwa inilah saat yang tepat untuk memproklamirkan kemerdekaan. Sukarni, Wikana dan kelompok pemuda lainnya mendesak Soekarno dan Hatta, tetapi mereka berdua menolak. Akhirnya terjadilah perdebatan sengit yang berakhir dengan penculikan kedua tokoh tersebut, dengan tujuan menjauhkan Soekarno-Hatta dari "pengaruh" Jepang. Kedua pemimpin itu "diasingkan" ke Rengasdengklok oleh kelompok pemuda yang dipimpin olehnya.[2]

Seputar Proklamasi

sunting

Akhirnya semua pihak kemudian bersepakat bahwa proklamasi kemerdekaan akan segera dilakukan pada 17 Agustus 1945. Selanjutnya, Sukarni mengemban amanat kemerdekaan serta bahu membahu bersama kelompok pemuda lainnya dalam meneruskan berita tentang kemerdekaan ini. Sukarni membentuk Comite Van Aksi (semacam panitia gerak cepat) pada 18 Agustus 1945 yang tugasnya menyebarkan kabar kemerdekaan ke seluruh Indonesia. Khusus untuk para pemudanya dibentuk API (Angkatan Pemuda Indonesia) dan untuk buruh dibentuk BBI (Barisan Buruh Indonesia) yang kemudian melahirkan laskar buruh dan laskar buruh wanita.

Di zaman RI berkedudukan di Yogyakarta, Sukarni menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Perjuangan (PP) di bawah ketua Tan Malaka. PP beroposisi dengan pemerintah dan menolak perundingan pemerintah terhadap Belanda. Aksi PP ini membuat Sukarni dijebloskan ke penjara pada tahun 1946. Selanjutnya Sukarni juga mengalami penahanan di Solo, Madiun dan Ponorogo (daerah komunis Muso) pada masa pemerintahan Amir Syarifudin (1947/1948)

Menjadi Ketua Partai Murba

sunting
 
Makam Soekarni di Taman Makam Pahlawan Kalibata

Semenjak partai Murba terbentuk pada bulan November 1948 sampai wafatnya, Sukarni menjabat sebagai ketua umum. Dia juga duduk sebagai anggota Badan pekerja KNI Pusat. Dalam pemilihan Umum yang pertama (1955) Sukarni terpilih sebagai anggota Konstituante.[3]

Sejak tahun 1961 Sukarni ditunjuk sebagai Duta Besar Indonesia di Peking, ibu kota RRT (Republik Rakyat Tiongkok) dan kembali ke tanah air pada bulan Maret 1964. Tapi berlawanan dengan harapan, partai Murba malah dibekukan oleh Orde Lama tahun 1965 dan Sukarni beserta pemimpin Murba lainnya di penjara.

Pada masa Orde Baru, Sukarni dibebaskan dan larangan Murba dicabut (direhabilitasikan 17 Oktober 1966). Kemudian Sukarni ditunjuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA, 1967) yang merupakan jabatan resmi terakhir.

Pengabdian terakhir

sunting

Tokoh yang mendapat Bintang Mahaputera kelas dua dan empat ini wafat pada tanggal 7 Mei 1971 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan upacara kenegaraan.

Penghargaan

sunting

Sumber

sunting
  • (Indonesia)Mustoffa, Sumono. "Soekarni Dalam Kenangan Teman-Temannya"

Referensi

sunting
  1. ^ Artikel:"Presiden Jokowi Beri Gelar Pahlawan Nasional untuk 4 Orang" di detik.com
  2. ^ "Artikel:"Penculik Itu Pahlawan" di Jawapos.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-11-10. Diakses tanggal 2014-11-10. 
  3. ^ "Sukarni Kartodiwirjo - Murba Pembela Proklamasi - Profil Anggota". Konstituante.Net. Diakses tanggal 2021-10-24. 
  4. ^ a b "Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003" (PDF). Sekretariat Negara Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-12-16. 
Jabatan diplomatik
Didahului oleh:
Sukarjo Wiryopranoto
Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok
1961–1964
Diteruskan oleh:
Djawoto