Jump to ratings and reviews
Rate this book

Dawuk #1

Dawuk: Kisah Kelabu Dari Rumbuk Randu

Rate this book
“Ini kisah yang sebenarnya belum lama terjadi. Sebuah kisah kelabu penuh darah. Hanya seumuran dua kali coblosan lurah; tidak berselang lama dari saat, untuk pertama kalinya di daerah sini, Golkar menang dari Petiga dengan mudah.”

Demikianlah Warto Kemplung mengawali kisahnya kepada siapa saja yang sudi mendengarnya di warung kopi: kisah asmara antara Mat Dawuk dan Inayatun, dua sejoli yang dipandang miring oleh masyarakat, berlatar kehidupan sosial sebuah desa Jawa yang berubah oleh tanaman komoditas dan kerja menjadi buruh migran, dibalut dengan humor, laga, dan dendang film India.

Masalahnya, sejauh mana cerita Warto itu sungguh-sungguh terjadi; atau hanya bualan untuk menutupi masa lalunya sendiri?

182 pages, Paperback

First published June 1, 2017

Loading interface...
Loading interface...

About the author

Mahfud Ikhwan

21 books65 followers
Mahfud Ikhwan lahir di Lamongan, 7 Mei 1980. Lulus dari Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Gadjah Mada, tahun 2003 dengan skripsi tentang cerpen-cerpen Kuntowijoyo. Menulis sejak kuliah, pernah menerbitkan cerpennya di Annida, Jawa Pos, Minggu Pagi, dan di beberapa buku antologi cerpen independen.

Bekerja di penerbitan buku sekolah antara 2005–2009 dan menghasilkan serial Sejarah Kebudayaan Islam untuk siswa MI berjudul Bertualang Bersama Tarikh (4 jilid, 2006) dan menulis cergam Seri Peperangan pada Zaman Nabi (3 jilid, 2008). Novelnya yang sudah terbit adalah Ulid Tak Ingin ke Malaysia (2009) dan Lari Gung! Lari! (2011). Novelnya yang ketiga, Kambing dan Hujan, memenangkan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014.

Selain menulis dan menjadi editor, sehari-harinya menulis ulasan sepakbola di belakang gawangdan ulasan film India di dushman duniya ka, serta menjadi fasilitator dalam Bengkel Menulis Gerakan Literasi Indonesia (GLI).

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
202 (36%)
4 stars
292 (53%)
3 stars
47 (8%)
2 stars
6 (1%)
1 star
1 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 144 reviews
Profile Image for Teguh.
Author 10 books312 followers
July 14, 2017
Akhirnya saya kembali menemukan novel indonesia yang segar di tahun ini. Segar dan punya rasa yang baru. Dan meski bertajuk sastra, tapi saya yakin bisa dinikmati oleh banyak orang. Kelebihan Mahfud Ikhwan yang saya temukan (ceile, kayak siapa saja saya ini) dalam prosanya adalah kemahirannya membangun narasi. Saya lupa entah komentar siapa, bahwa bangunan utama sebuah novel adalah cerita itu sendiri, jadi selama novel itu bisa dinikmati ceritanya, meyakinkan pembaca, maka percayalah bahwa novel tersebut berhasil. Dan Mahfud Ikhwan yang konon sangat mengidalakan novel india Peter Pancali dan Aparajito, juga menyukai film Bollywood, maka tak aneh bila di prosa Mahfud Ikhwan sangatlah indah dalam membangun cerita. Kalau bahasa sederhananya filmis.

Meski, kalau boleh saya berbangga, saya sudah bisa menebak akhir cerita Mat Dawuk dan Warto Kemplung akan seperti yang dikisahkan Mahfud Ikhwan (saya tidak akan mengisahkan akhirnya). Mengapa? Karena Warto Kemplung memiliki karakter narator yang tidak bisa dipercaya, seperti karakter narator utama di beberapa novel thriller luar negeri, sekadar menyebut contoh The Girl on The Train, In a Dark, Dark Wood atau bahkan novel Alex yang ajaib di Italia. Warto Kemplung sudah dibold oleh Mahfud Ikhwan sebagai pencerita yang tidak bisa dipercaya. Sebuah karakter yang biasa ada di novel thriller dewasa ini. Dan memang benar, tebakan saya tak jauh meleset.

Sayangnya, lagi-lagi Mahfud Ikhwan mahir mengisahkan. Jadilah saya menikmati kisah-kisha ajaib di Rumbuk Randu. Mulai dari kisah ajaib soal kiai yang punya linuwih, perselingkuhan, pembunuhan, bahkan sekadar kearifan lokal bagaimana blandong dan polisi hutan.

Kalau boleh saya curhat, desa saya tak jauh beda dengan bagaimana kondisi Rumbuh RAndu. Dikelilingi hutan, isu perselingkuhan di desa juga banyak, meski tak ada kasus pembunuhan sebagaimana yang dialami Mat Dawuk dan Innayatun.

Tapi yang sangat kuat di sini adalah kekuatan narasi. Sukkkkkaaakkk!!!
Profile Image for Ikra Amesta.
144 reviews24 followers
January 8, 2018
Warto Kemplung nongkrong 2 hari berturut-turut di warung kopi Bu Siti, cerita ngalor-ngidul tentang satu kejadian di Rumbuk Randu yang nggak jelas kebenarannya. Selama ngedongeng dia seenaknya ngambilin rokok orang-orang yang ada di sana atau pesan segelas kopi hitam padahal utang-utangnya masih belum lunas. Kebetulan saja saya ada di sana selama 2 hari itu dan pertanyaannya adalah, kenapa saya mau dengerin cerita si Warto Kemplung sampai habis?

Dari namanya saja, dan semua warga juga sudah pada tahu, Warto Kemplung itu adalah berita bohong. Di awal-awal cerita juga kami sudah sangsi bagaimana dia tahu pasti isi percakapan Mat Dawuk, Inayatun, atau Mandor Har padahal dia sama sekali nggak ada di tempat, padahal percakapannya terjadi 4 mata saja di dalam rumah kandang yang terpencil, padahal percakapannya terjadi di sebuah pertemuan malam rahasia para aparat desa, dan seterusnya. Dia berdalih kalau pendongeng yang hebat harus bisa menceritakan apa yang dipikirkan kancil jika bertemu harimau, tapi masalahnya Warto bukan pendongeng hebat. Walaupun ceritanya sudah dia bumbui dengan dialog-dialog karangan, tapi tetap saja rasanya biasa-biasa saja. Tidak begitu istimewa, tragedi di dalamnya tidak membekas, levelnya kejadian sehari-hari, apalagi di desa antah-berantah seperti di sini yang warganya turun-temurun diwarisi nasib sial.

Si buruk rupa menikah dengan si cantik jelita, sudah ada berapa banyak versi kisah seperti itu? Dari film King Kong saja sudah dijelaskan kalau skema cinta yang kaya begitu nggak akan langgeng, nggak akan direstui, salah satunya pasti mati atau dua-duanya, saya sudah hapal. Nggak ada yang baru. Tapi jujur, kisah romantika Mat Dawuk dan Inayatun di awal-awal memang bikin jantung deg-degan, memikat sekali, apalagi sambil bayangin iringan lagu soundtrack film India klasik. Tapi ke sananya malah kerasa dibuat-buat, seperti artikel-artikel di koran Lampu Merah yang dimodifikasi, malah jadinya gampang ketebak berhubung saya ini adalah pembaca setia itu koran.

Nah, yang bikin kesel juga adalah kenapa sih orang-orang di warung kopi jarang ada yang nanggapin ceritanya si Warto? Ya minimal tanya-tanya lah kalau emang nggak mau debat adu argumen biar si Warto ini nggak ngoceh terus sampai mulutnya panas. Entah mereka emang lagi asyik dengerin dongeng atau entah emang nggak peduli. Itulah kenapa saya sudi dengerin cerita tentang Mat Dawuk ini sampai habis, ya karena saya nungguin ada orang yang berani ngebantah ocehan Warto. Atau lebih seru lagi kalau ada orang yang nanggapin balik si Warto dengan cerita Mat Dawuk versi pribadi, biar setelahnya kita ada kerjaan mikirin mana cerita yang nyata dan mana yang bohong.

Sekarang si Warto malah hilang entah ke mana. Kemarin ceritanya masih ngegantung. Mungkin 2 hari saja tidak cukup, harusnya Warto punya waktu seminggu buat dongeng kisah Mat Dawuk sampai tuntas. Atau mungkin cerita dia 2 hari ini malah kelamaan, terlalu berpanjang-panjang. Ah, pokoknya saya nggak rido stok rokok Samsu saya dia isap berbatang-batang sampai nyaris habis kemarin. Apa enaknya ngopi kalau mulut gatel? Asu memang!
Profile Image for Raafi.
836 reviews441 followers
December 25, 2020
Rasanya, usaha penulis untuk mendekonstruksi keeksotisan pedesaan dan keluguan masyarakatnya amat sukses dilakukannya dalam buku ini.

Ketika kau ketikkan kata kunci itu "ciri-ciri orang desa" di Google, yang tertampil adalah masyarakat yang dipandang polos dan baik. Mereka rukun dan penuh gotong-royong, memiliki tingkat solidaritas tinggi. Ciri-ciri itu seperti dibumihanguskan oleh penulis dalam cerita di buku ini.

Buku ini menghadirkan seorang penutur bernama Warto Kemplung. Ia menceritakan kisah—seperti yang tertera pada judulnya—kelabu dan dari sebuah daerah yang sepertinya di Jawa Timur bagian pantura bernama Rumbuk Randu. Kisah kelabu itu berpusat pada Mat Dawuk, seorang laki-laki kumal dan "buruk rupa" asal Rumbuk Randu yang mencintai kembang desa bernama Inayatun. Tuturan Warto akan kisah dua sejoli Dawuk-Ina bergulir bersama bayang-bayang keabsahan kisah itu sendiri.

Cerita ini menyebut-nyebut soal asal-muasal desa Rumbuk Randu yang tanahnya tidak subur dan leluhur mereka yang membuka hutan pepohonan randu dan beranak-pinak di sana. Karena letak geografisnya yang malang, penduduk Rumbuk Randu menjadi pesanggem (penggarap ladang hutan) dan lama-kelamaan menjadi TKI di Malaysia.

Karakteristik latar dan sosial seperti di atas dideskripsikan secara ciamik oleh penulis sebagaimana ia (mungkin) menyarikannya dari daerah kelahirannya. Sungguhpun, tuturan penulis enak sekali untuk diikuti.

Sebagai orang Jawa, aku dibuat heran dengan perbedaan yang amat jauh dari apa yang dihadirkan penulis dalam buku ini dengan apa yang terjadi di wilayahku. Keunikan orang Jawa itu bikin geleng kepala. Beda kabupaten saja bahasa dan karakteristik sosialnya bisa sangat berlainan, apalagi beda provinsi.

Bagus sekali buku ini.
Profile Image for ijul (yuliyono).
758 reviews962 followers
February 12, 2018
my second 5-star book of the year!

INI RANDU, hehehe

PUASSSSS banget. hebat euy. diksi cakep. cerita ngalir. gaya penulisan menakjubkan. lebih-lebih, isinya bikin mikir. dalem dan nyerempet-nyerempet. ini based on true event apa gimana, sik?

kopi.
lagu dan film India.
legenda Indonesia.
religi kejawen.
romance.
komplet.
----sadis.
Profile Image for Mark.
1,284 reviews
November 14, 2017
Kebahagiaan Itu Bagai Secangkir Kopi


Kalian tahu, apakah kebahagiaan itu?

Ini. Lihat cangkir kopi ini. Ya, inilah kebahagiaan. Seperti kopi, cepat atau lambat, ia akan habis. Ya, ya, kadang kita ingin berlama-lama menikmatinya, menghirupnya sedikit demi sedikit, mencecapnya lama di lidah, memainkannya sedikit di langit-langit, mengumurnya pelan-pelan, tak ingin buru-buru menelannya. Tapi, mak bedunduk, tahu-tahu, begitu kita longok ke dasar cangkir, yang tersisa tinggal ampas. Ia sudah tandas. Mungkin karena memang kita tanpa sadar mereguknya lekas-lekas. Kadang, karena sembrono, tangan atau kaki kita tak sengaja menggulingkan cangkirnya, dan kopi akan tumpah sia-sia. Ada kalanya, datang orang-orang kurang ajar, yang dengan enteng saja mereguknya, sama sekali tak menyisakan untuk kita.

Apa? Kau tanya ‘bagaimana dengan kopi yang tidak diminum’? Kopi yang tidak diminum bukanlah kopi. Ia cuma air putih yang bernasib sangat buruk.

Dunia ini fana, saudara-saudara. Itu bukan aku yang bilang, tapi Tuhan – silakan cari sendiri ayatnya. Semuanya akan binasa. Semuanya! Yang air kembali ke air. Yang tanah balik jadi tanah. Tapi yang paling ujung hanya udara kosong, sebab memang dari itulah alam semesta dan kehidupan diawali. Bahagia itu, kalian tahu, jika memang ada, hanya permainan dan tipudaya dunia belaka. Itulah kenapa Tuhan hanya benar-benar menjanjikan kebahagiaan itu di alam sana, bukannya di sini, di dunia ini. Yang kekal abadi, selamanya, khaalidiina fiha abadan, hanya di surga. Di sini, semuanya fana. Dan fana artinya binasa. Mati. Habis.

Bahagia itu adalah permainan gundu, kalian tahu? Benda bulat bening dan berkilau-kilau yang kita perjuangkan itu, yang kita berkelahi karenanya, kita nangis-nangis ingin punya, kita berpanas-panas untuk memenangkannya., ujung-ujungnya akan pitak juga. Bahagia itu tak lebih dari laying-layang yang mengangkasa tenang lalu tiba-tiba putus benang, kemudian ia akan terkulai jatuh, dan lenyap entah ke mana. Ya, semua akan berakhir. Cepat atau lambat. Atau kadang malah terlalu cepat. Dan banyak di antaranya berakhir dengan cara yang buruk.
Profile Image for Op.
367 reviews122 followers
July 24, 2017
Setelah Kambing dan Hujan, saya jadi penasaran dengan karya lain penulis ini. Makanya begitu buku ini keluar langsung saya beli.

Walaupun awalnya agak ciut takut ekspektasi turun, lama kelamaan jadi seru. Bikin ngikik ngikik apalagi kalau lirik lagu India udah mulai muncul jd ingin berkata kasar :)) Adegan berdarah-darahnya disajikan ringkas tapi tetap berurutan jd cukup puas #eh

Setting dan gaya bahasa di Dawuk ini terasa dekat dan familier untuk saya jadi menambah keasikan (?) saat membacanya.

Pengennya 3 aja tapi buletin ke atas lah.
Profile Image for Sadam Faisal.
115 reviews18 followers
July 16, 2017
Sebuah mitos buruk tentang terbentuknya suatu desa. Dendam turun temurun yang berakibat terbunuhnya beberapa orang. Tapi, seberapa jauh kebenaran tentang cerita-cerita itu bisa dibuktikan?

Entahlah, karena saya langsung tenggelam dalam asiknya gaya bercerita Mahfud Ikhwan di buku ini. Berasa lagi dengerin cerita/dongeng kakek waktu kecil dulu.
Profile Image for Marina.
2,030 reviews344 followers
December 30, 2017
** Books 301 - 2017 **

Buku ini untuk menyelesaikan Tsundoku Books Challenge 2017

3,8 dari 5 bintang!


Congrats Dawuk by Mahfud Ikhwan as Prose Winner Kusala Sastra Khatulistiwa 2017!
Profile Image for Uci .
608 reviews118 followers
November 25, 2018
Pagi tadi saya menonton video Amal Kassir di youtube, perempuan Amerika keturunan Suriah yang berbicara di forum Tedx. Video lama, tahun 2016, saya yang telat nontonnya 😊 Dia mengatakan, "The greatest distance you can travel in a shortest amount of time is by asking someone their name." Amal selalu membawa sekaleng permen mint saat naik pesawat, untuk ditawarkan kepada penumpang lain yang, setelah penerbangan 4 jam pada pukul 7 pagi, biasanya tidak akan menolak, meskipun yang menawarkannya perempuan muslim berhijab. Dan dia merasa tujuannya tercapai jika penumpang di sampingnya mau meluangkan waktu untuk bertanya, "Siapa namamu?". Karena dari pertanyaan sederhana itu, dia bisa menjelaskan siapa dirinya. World traveler, waitress at her family's restaurant, writer, social justice advocate, dst. Sementara orang yang tak mau repot-repot mengenalnya dan hanya melihat pakaiannya akan langsung menamainya: "teroris," "go back to your country," "oppressed," dsb. Tentu tidak semua, ini hanya contoh. Saat bertemu orang asing, tanyalah namanya, jangan memberinya nama sesukamu, begitu kata Mbak Amal.

Kenapa saya malah cerita soal Amal Kassir? Karena Mat Dawuk yang dikisahkan dalam buku ini juga korban dari ketidaktahuan dan ketidakpedulian warga Rumbuk Randu. Karena wajahnya yang buruk, asal usulnya yang mengenaskan, mereka langsung menganggapnya penyakit. Diabaikan, dijauhi, dianggap tidak ada, lebih bagus lagi kalau sekalian lenyap dari muka bumi. Dan akibatnya adalah tragedi. 

~ Yang ingin menonton video Amal Kassir tersebut, bisa dicari di youtube, judulnya "The Muslim on the Airplane."

~ Yang ingin baca review lebih serius tentang buku ini, bisa baca review teman-teman lain 😀 Yang jelas ini buku bagus, diceritakan dengan apik, lumayan sadis tapi tetap enak dibaca. Pantaslah tahun lalu buku ini menang Kusala Sastra Khatulistiwa.
Profile Image for Ifa Inziati.
Author 3 books57 followers
June 30, 2017
Machete = ruyung.

Betul-betul film Machete rasa kearifan lokal, pleus Malaysia, pleus film dan lagu India. Salah satu fiksi sejarah yang saya nikmati. Rasanya setelah membaca Kambing dan Hujan saya bisa melihat bahwa Masnya senang yang romantis. Kisah cintanya meni gararetek kitu hahaha. Naon nya Bahasa Jawa na... Basa Sunda ge sapotong-sapotong kieu.

Adegan terbaek emang pas warga Rumbuk Randu mengepung rumah kandangnya Mat Dawuk, diiringi lagu India yang mendayu. Saya ngerasanya kayak slo-mo, dan atmosfernya mismatch antara epik dan kocak, kayak perabot warna-warni bernuansa hangat di ruang tamu a la shabby chic yang cool-toned. Nggak nyambung, tapi pas (naon deh, Fa).

Dan entah mengapa, sepanjang baca cerita ini, saya jadi teringat suami. Seperti ketika saya membaca The Man Called Ove (dan belum tamat aja masa) dan A 100-year-old Man Who Climbed the Window and Dissapeared. Kayak, dia pasti akan menikmati cerita ini juga. Apalagi dia lebih mengerti Bahasa Jawa.

Coba ada catatan kakinya, ya... Padahal mah nggak apa-apa sedikit. Kasihan saya (dan pembaca lain) yang nggak suka sejarah tapi merasa belajar dari buku ini haha. Tapi kumaha penulisnya, sih... bebas aja.

Review-nya segini dululah... belum bisa bercerita seseru Warto Kemplung haha. BTW KdH jadi dibuat filmnya nggak, ya? Adain open casting gitu, biar saya bisa ikut jadi figuran hahaha. Sukses ya, Masnya.

(Update: Emak juga baru baca buku ini, tapi beda dengan KdH, Emak kurang suka karena katanya banyak kebetulannya. Tapi kalau nanti Masnya nerbitin buku lagi, kayaknya bakal dibaca juga sama Emak)
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 19 books191 followers
April 7, 2021
Kisah kelabu yang dituturkan sebagaimana sebuah dongeng yang asyik untuk disimak. Kekayaan lokalitas Pantura dan Jawa Timuran dipadukan dengan gaya bercerita yang terasa nyaman menjadi poin-poin unggulan buku ini.

Profile Image for Lila Cyclist.
805 reviews69 followers
October 8, 2018
Saya mengenal karya Makhfud Ikhwan pertama kali melalui novelnya berjudul Kambing dan Hujan-kisah cinta berbalut perbedaan Muhammadiyah dan NU. Novelnya kali ini, saya sedikit berharap akan balutan politik atau sesuatu yang lain, yang membuat saya sangat pingin membaca novel satu ini...

Proses membaca pun dimulai. Cerita dimulai dengan Warto Kemplung yang haus perhatian dengan menceritakan kisah tentang tragedi di Rumbuk Randu, tragedi yang melibatkan Mat Dawuk, tokoh utama kisah ini. Mat Dawuk digambarkan sebagai sosok buruk rupa yang haus darah, temperamental, dan berdarah dingin. Tak dijelaskan bagaimana ia bisa memperoleh ilmu bela diri, tapi buta huruf. Diceritakan Mat Dawuk memiliki kakek yang tinggi ilmunya yang menghilang di hutan dan tiba-tiba muncul ketika sang cucu terlibat masalah hukum.

Proses membaca saya sudah sampai tengah. Tapi saya belum melihat balutan apa yang menjadi kisah sampingan dari novel ini. Sinopsis yang saya baca di belakang buku menyinggung tentang kemenangan Golkar atas Petiga di suatu pemilihan umum. Apakah kisah ini bakal menyinggung tentang Orde Baru seperti novel-novel Okky Madasari, atau Ahmad Tohari atau penulis lain yang sering berbalut politik. Tapi kadung basah, saya berusaha terus melanjutkan membaca.

Kisah romantis antara Mat Dawuk dan Inayatun seperti kisah Beauty and The Beast bernuansa India. Dari suasana rumah pinggir hutan yang dipenuhi pepohonan, memungkinkan mereka bernyanyi ala India, berlarian dan main petak umpet di antara pohon-pohon, hahahaha... Belum lagi kisah pertemuan mereka yang diawali dengan penyelamatan gadis cantik di sarang penjahat. Ditambah adegan adu jotos dan dimenangkan oleh si buruk rupa berhati emas. Tsaaaahhh... :D Tapi bukan lokal jika kisah ini tidak dibumbui dengan penguasa setempat yang melegalkan segala acara demi menyingkirkan si buruk rupa.

Singkatnya, saya sedikit kecewa dengan novel Makhfud Ikhwan kali ini. Saya masih suka dengan jalinan kisahnya, bahasanya yang mengalir dan humor yang ditawarkan meski tidak terlalu menimbulkan gelak. Tapi saya berharap drama seperti yang saya dapatkan di Kambing dan Hujan. Mungkin bukan agama, tapi sesuatu yang laiin yang membuat tetap intens membaca hingga akhir. Oya, di bagian akhir, saya sedikit skip di beberapa bagian. Yang terakhir, melihat banyak teman saya memberi rating tinggi untuk novel ini, dan saya cukup memberi 3 bintang, itu hanya sekedar selera. Selera saya memang hanya mampu memberi rating segini. Terus gimana dong? Ya gak popo laahh... :D
69 reviews18 followers
November 24, 2017
Tentu penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2017 kategori Prosa Terbaik yang diberikan tanggal 25 Oktober 2017 lalu kepada Mahfud Ikhwan atas novel Dawuk melayangkan perhatian lebih para pembaca sastra kepada buku ini, tak terkecuali saya.

Kisah Mat Dawuk disajikan berdasarkan sudut pandang Warto Kemplung yang dilengkapi dengan bumbu-bumbu penceritaan khas pembual. Hal ini memberi nilai lebih kepada Mas Mahfud yang berupaya turut menggaet pembaca untuk larut pada kisah Mat Dawuk. Dawuk dituturkan begitu mengalir dan atas bantuan bumbu-bumbu tersebut, menjadikan buku ini nyaman untuk terus dibaca. Meskipun, ada beberapa guyonan Warto Kemplung di luar konteks cerita yang ia tuturkan, terlalu panjang, sehingga terasa membosankan pada bagian tertentu (tetapi saya rasa ini lebih kepada soal selera pembaca).

Perselisihan antara Mat Dawuk dan penduduk Rumbuk Randu yang seperti gencatan senjata itu tidak hanya berkutat seputar wajah ngeri Mat Dawuk (tidak dapat dinafikan, bagi saya ini merepresentasikan masih kuatnya kecenderungan manusia dalam mengedepankan penilaian fisik terhadap seseorang), tetapi juga permasalahan lain seperti isu Tenaga Kerja Indonesia (TKI), persekongkolan petani dan aparat, tradisi ‘serong’ di kehidupan rural, tindak provokasi dan main hakim sendiri, bahkan dendam yang diwariskan turun temurun. Perbincangan yang sangat kaya! Dan hal inilah alasan paling utama yang membuat saya menyukai buku ini :)

Selengkapnya di: https://sausanatika.com/2017/11/24/re...
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
241 reviews29 followers
January 2, 2018
Dawuk adalah potret negeri kita. Negeri kaya raya yang rakyatnya gemar mendengarkan cerita ketimbang membaca. Kita lebih suka bilang "katanya" ketimbang merujuk pada sumber fakta.Tokoh Warto Kemplung sebagai narator cerita inilah wujudnya.

Kisah Mat Dawuk beserta kisah tragis dan kesaktiannya adalah contoh bahwa informasi akan suatu fenomena dapat berkembang lewat tutur lisan. Banyak diubah demi kepentingan pribadi atau diimprovisasi agar menarik. Sosok Mat Dawuk yang buruk rupa dan penyendiri menimbulkan kesan bahwa dia adalah orang yang aneh dan berbahaya. Saking kuatnya label tersebut, semua orang percaya tanpa perlu menelisik lebih jauh.

Namun demikian, ini bukanlah kisah heroik seorang buruk rupa yang baik. Mat Dawuk tetaplah manusia dengan sisi baik dan buruknya. Cerita yang luar biasa dari penulis yang luar biasa pula. Pantaslah karya Mahfud Ikhwan ini diganjar Kusala Sastra Khatulistiwa 2017.

Saya pribadi sangat menikmati bualan Warto Kemplung dari awal sampai akhir, terlebih pada bagian eksekusi Dawuk yang memilukan. Ini adalah sumbangan buku pertama saya untuk Reading Challenge 2018. Yay!
Profile Image for Imas.
514 reviews1 follower
April 6, 2018
Langsung tamat dibaca dalam beberapa jam. Diselingi kegiatan lain, buku ini membuat penasaran dan tak ingin melepaskan. Satu lagi buku bagus yang membuat ingin membaca buku lainnya. Meski pun kenyataannya langsung membeli dua buku Mahfud Ikhwan setelah membaca reviewnya.

Sebuah cerita di desa bernama Rumbuk Randu. Kisah cinta Mat Dawuk dan Ismayatun, pasangan Beauty and the Beast ala Jawa. Kisah cinta berujung duka karena dendam dan kebusukan hati manusia.

Alur cerita berjalan lancar , diksinya keren, dibalut humor dan masalah sosial. Sempat terharu dengan nasib Mat Dawuk yang begitu mengenaskan selain juga geram dengan tokoh mertuanya.



Profile Image for ucha (enthalpybooks) .
193 reviews1 follower
September 23, 2017
Karya Mahfud Ikhwan yang pertama kali saya baca dan langsung suka setelahnya. Cara berceritanya rapi dan tidak membosankan, seperti ditulis dengan stamina tinggi dan stabil. Membaca kisah Mat Dawuk ini seakan ikut 'njagong' duduk di sekitaran Warto Kemplung dan tak beranjak sampai kisah selesai. Racikan ceritanya mulai dari pengalaman TKI di Malaysia, kesukaan film dan lagu India dengan latar belakang pedesaan Jawa sangat pas dan terukur. Seperti kopi yang nikmat.
Bikin ketagihan !
Profile Image for Dedi Setiadi.
287 reviews25 followers
June 25, 2017
Agak mengingatkan sama Lelaki Harimau nya Eka Kurniawan tapi dengan gaya penceritaan yang lebih seru!
Kalau Kambing dan Hujan romance dengan latar belakang agama, nah Dawuk ini romance dengan sentuhan stensil, silat dan India (?). Menarik dan menggelitik lah pokoknya!
Profile Image for Cep Subhan KM.
324 reviews22 followers
June 12, 2020
I believe that a novel with an amazing story, a weak characterization, and an unreliable narrator may provoke several readers who assume that "novel" is a synonim for "story" to reach climax happily. Nevertheless, maybe there are several other readers who are provoked to anti-climax, the saddest ending of a great expectation, instead, because of the simple reason that they see a novel as a good novel when it has a strong characterization and a logical plot (without, for instance, deus ex machina). An amazing story without those two basic elements is nothing but an entertaining tale for children, something which I didn't think becomes the reason why this novel is written. 

Let's see a possible apology: the weak characterization in the story (if you accept that it has a weak characterization) is caused by the use of an unreliable narrator, it supports his unreliability; the weaker the characterization of the characters told by this unreliable narrator, the stronger characterization of this unreliable narrator will be. 

This apology seems logical in the first sight, but let me propose a simple question: who's actually the main character of the novel? It is not the unreliable character, is it? Since we find another name in the title instead of the name of unreliable narrator. 

So, it will be an awkward choice to strengthen the characterization of the unreliable narrator at the expense of the weaker characterization of the main character. Okay, this choice will be a logical one when it is supported by the clues which could bring the readers to the reliable version implicitly, but I don't think that what will be suggested as "the clues" in this novel (if you accept that it is there) is powerful enough to replace the prior long unreliable narration. 

A novel which uses an unreliable narrator without providing enough clues toward the reliable narration, I think, will end by giving the only choice for the readers available: enjoying "just" the story. What's wrong with that? Didn't we read a novel to enjoy the story it presented? Yes, but I don't think that the word "enjoy" has a similar meaning for all people. A child may enjoy an amazing story while an adult may enjoy the same thing but he did that by considering the power of plot (cause and effect relation of the events in the story) and the characterization at the same time because he may has a wider references to be compared consciously and even unconsciously: the experience of reading influences our way of "enjoy"-ing.

Surely there is another choice: staying in the position of the perflexed readers who said to themselves that "well, maybe I am the only reader who is perflexed because of my own ignorance since I have read several reviews which glorifying the novel". Nevertheless, I don't think that it is a good choice to be presented here because surely it is (any) reader who (re)create the meaning of a literary work after "the death of the author" and it is a really poor thought to say that a literary work is a great one just because the level of perflection it provokes.

Besides, we knew exactly that there are several different possible motivations for a reader to praise and glorify a literary work: some childish readers did that because of close relationship matter, others because they think it will be a foolish act if they give a bad commentary for a glorified book while at the same time they want to speak something to show that "I am a great intellectual reader reading so so many great books". Well, there are several other motivations too, but it will be useless to mention all of them here since there is a possibility that I am wrong and all reviews I have read are absolutely sincere commentaries from truthful readers. If that is the case, just forget this short review and let me increase my reading which at this time only covering a small number of books, maybe they even only second-rate books. 
Profile Image for Rinaldo.
267 reviews50 followers
January 3, 2021
4/5

Memang menarik mendengarkan ocehan Warto Kemplung mengenai tragedi Mat Dawuk, sisi kelam Rumbuk Randu yang enggan dibicarakan warganya sendiri. Namun, karena terlalu ulung, terlalu detail Warto dalam menjajakan ceritanya, justru ketika selentingan dari cerita asli menampakkan batang hidungnya, realisme magis yang dirajut Warto seakan runtuh. Yah, yang penting Warto sudah dapat rokok dan kopi gratisnya. Hitung-hitung bantu Bu Siti untuk melarisi warung kopinya.

Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu sepintas terbaca seperti Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan, terutama dalam komentarnya tentang kekerasan dan dendam, juga dalam membolak-balik alur waktu cerita. Hanya saja, Mahfud Ikhwan sangat ulung dalam menyisipkan humor dalam kisah dramatis Warto Kemplung. Latar Rumbuk Randu dan tokoh-tokohnya terasa begitu magis sekaligus nyata. Seperti Rashomon karya Akutagawa Ryunosuke, novel ini bermain dengan konsep metanarasi dan narator yang tidak dapat dipercaya.

Sayangnya, twist yang disingkapkan di akhir cerita terasa kurang menggigit karena narasi Warto sudah cukup memuaskan; ia lengkap dan memukau pemirsanya. Juga trope Wanita dalam Kulkas (Woman in Refrigerators), yaitu di mana kematian dan kekerasan terhadap karakter wanita digunakan untuk menggerakkan cerita, terasa sungguh usang untuk kisah secanggih ini.

Tapi, apalagi yang bisa diharapkan dari Warto Kemplung? Toh untuk seharga kopi dan rokok, cerita ini sudah cukup menghibur.
Profile Image for Vanda Kemala.
233 reviews66 followers
March 22, 2018
Rasanya kayak baca tulisannya Eka Kurniawan, tapi nggak vulgar. Segar, ceritanya ngalir, seakan-akan kayak penulis cerita langsung ke pembaca.

Suka caranya ambil setting desa yang berubah, soalnya banyak penduduknya yang jadi TKI ke negara tetangga. Cerita kehidupan bertetangga para tokohnya juga persis cerita sehari-hari. Bagiku, bisa dibilang kearifan lokal.

Salah satu novel Indonesia yang apik buat dibaca.
Profile Image for Limya.
96 reviews6 followers
February 25, 2021
Meskipun jumlah rating-nya jadinya sama seperti Kambing dan Hujan, namun cerita-cerita dalam Dawuk sepertinya lebih nyambung dibanding Kambing dan Hujan.

Semua detail yang ada saling mengisi satu sama lain dan berkelindan. Adegan-adegan berantemnya seru dan bikin bergidik. Kebahagiaan Mat Dawuk dan Inayatun dapat dirasakan begitu manis meskipun hanya sebentar.
Profile Image for Lisna Atmadiardjo.
145 reviews24 followers
June 9, 2018
Novel ini oke banget dari depan sampe belakang. Yang paling oke dari semua bagiannya: endingnya. Bikin jadi ikutan bertanya dan pengen baca ulang. Eh jadi gimana? Yang mati siapa? Warto Kemplung siapa?
Profile Image for Kahfi.
139 reviews8 followers
June 23, 2021
Ada cinta di dalamnya, ada dendam di dalamnya, ada sedih di dalamnya. Kesemuanya campur aduk mengisi pengalaman pertama membaca karya Cak Mahfud.

Sepenangkapan saya, penulis berusaha mengangkat problem-problem pada level pedesaan yang kalau dipikir-pikir lebih rumit. Dan sialnya problem tersebut menjadi masalah dasar bagi kebanyakan orang.

Hal-hal esensial seperti dendam, cinta, sepi, dan kecewa dimasukkan pada alur besar cerita tiga generasi yang dipadatkan.
Profile Image for SEBUAH RUANG GILA.
25 reviews2 followers
May 25, 2024
Dawuk adalah karya Sastra yang ramah juga tragis. Ramah secara bahasa dan cerita, tragis akan kisah dan sudut yang ditangkap tentang kelompok desa dan prasangkanya yang berakar dari kemiskinan. Sebuah tulisan yang memberikan saya perspektif baru tentang bagaimana menangkap rasa dari masyarakat yang umumnya tidak pintar bercerita.
Profile Image for Speakercoret.
478 reviews2 followers
Read
June 20, 2018
selalu menyenangkan membaca buku yg bisa membuat kita seakan beneran di lokasi....
Displaying 1 - 30 of 144 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.