Jump to ratings and reviews
Rate this book

Chairil Anwar: Ini Kali Tak Ada yang Mencari Cinta

Rate this book
Ini kali tidak ada yang mencari cinta …
Aku sendiri. Berjalan
Menyisir semenanjung, masih pengap harap
Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
Dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.

Seorang penyair muda, mengawali hidup penuh gelora. Gegap gempita dia masuk gelanggang perjuangan kemerdekaan, dengan deretan puisinya yang menggelegar dan mengobrak-abrik tatanan sastra masa itu.
Chairil ingin merdeka, dia ingin hidup seribu tahun, tanpa harus menghamba pada siapa pun. Tetapi, jiwanya yang bebas pun lambat laun dibebani realita yang tak seindah sastra. Wafat secara tragis menjelang usia ke-27 dan hanya meninggalkan warisan; sepasang sepatu dan kaus kaki hitam, satu ons gula merah, selembar uang rupiah, serta satu map lusuh berisi kertas-kertas sajak kepada mantan istri dan anak tercintanya. Chairil gagal menggenapi mimpi terakhirnya untuk menikahi sang istri sekali lagi.
Ini Kali Tak Ada yang Mencari Cinta, memotret pemberontakan batin Chairil Anwar di tengah amuk cinta dan cita-cita, serta skandal penjiplakan beberapa sajak yang mengguncang kesusasteraan tanah air di era 50-an. Kisah ini juga mengungkap tabir dendam yang disimpan Chairil selama bertahun-tahun. Dendam yang akhirnya membuat hidup sang penyair senantiasa gamang dan merasa terbuang sebagai “Binatang Jalang”.

432 pages, Paperback

First published October 1, 2017

Loading interface...
Loading interface...

About the author

Sergius Sutanto

5 books6 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
36 (45%)
4 stars
36 (45%)
3 stars
7 (8%)
2 stars
0 (0%)
1 star
1 (1%)
Displaying 1 - 19 of 19 reviews
Profile Image for Raafi.
836 reviews441 followers
November 7, 2017
Segala puji pada-Nya yang telah membantu saya menyelesaikan buku ini. Sebuah pencapaian tersendiri karena butuh usaha lebih kuat untuk melakukannya.

Mengikuti kisah seorang tokoh dan berharap tiap sisi kehidupannya akan selalu memberikan pembelajaran nan inspiratif memang tidak benar. Bagaimana jika hidup si tokoh biasa-biasa saja? Bagaimana jika si tokoh hanya memberikan andil besar dan penting dalam rentang waktu singkat? Bagaimana jika perangainya tidak bisa dijadikan contoh? Pertanyaan-pertanyaan yang harus diantisipasi ketika membaca kisah hidup seseorang.

Melalui kisah yang difiksikan ini, saya jadi tahu kisah hidup Chairil Anwar dengan lebih mudah. Saya juga jadi tahu dari mana pembenaran "mencuri buku" itu berasal. Saya juga jadi tahu betapa Chairil amat manusia dengan segala kekeraskepalaannya dan kebebasannya sampai-sampai mengorbankan istri dan anak-anaknya. Kerap kali, saya dibuat geleng-geleng kepala dengan perangai Chairil yang sama sekali tidak mau menerima kritik, saran, bahkan hanya sebatas nasihat dari sang istri, Hapsah. Saya merasa terenyuh saat adegan Hapsah sudah tidak tahan lagi dengan Chairil. Saya rasa, itulah bagian yang paling emosional dari keseluruhan cerita yang digambarkan dalam buku ini.

Yang juga menegangkan adalah perseteruan Chairil dengan sobatnya, H.B. Jassin. Jassin mengkritik puisi-puisi Chairil.

"Kau lupa apa kata T.S. Eliot? Dia bilang lebih baik mencuri daripada meminjam. Kau pikir Belanda dan Jepang itu bukan perampok, hah?!" (hlm. 139)

"Kesombongan tidak pernah memendekkan usia. Justru rasa minder yang bisa mendatangkan penyakit." (hlm. 281)


Dua cuplik tuturan Chairil di atas sudah menggambarkannya. Berkali-kali Chairil disebut egois, berkali-kali pula Chairil tak menggubrisnya. Sungguh karakter yang keras dan tak pedulian. Namun, dari situlah terlihat bahwa Chairil juga manusia yang sama-sama punya watak unik. Buku ini menggambarkan kemanusiaan Chairil dengan baik.

Pada akhirnya, Chairil adalah sosok pujangga yang kuat dengan bait-bait puisinya, juga kuat dengan karakter keras kepala dan egoisnya.

Jadi, bagaimana bisa Rangga yang begitu mengelu-elukan Chairil dan selalu membawa buku "AKU" karya Sjuman Djaya itu disebut romantis? Yah, ulasan ini tidak menjabarkan sisi Chairil yang lainnya—yang begitu gandrung dengan sajak dan bikin semua wanita yang dijumpainya salah tingkah.
Profile Image for Mobyskine.
1,029 reviews153 followers
August 26, 2020
Satu biografi fiksyen yang bagus dan teliti. Dari usia kecil hingga dewasa plotnya disusun kemas-- hal keluarga dan kisah-kisah cinta yang tak kesampaian, hal-hal persahabatan dan idola-idola penyair dan penulis kegemaran Chairil, tentang hal penerbitan dan sastera di sekitar 1940an, skandal penjiplakan yang menggoncang kesusasteraan tanah Indonesia, tentang Angkatan 45 juga sisipan sajak-sajak Chairil.

Walau kurang gemar dengan peribadi bohemian, egois dan degil Chairil namun aku kagum dengan cara beliau menggarap bahasa sajak. Antara momen penciptaan sajak Chairil (yang selalu didapat beliau hasil pengalaman sendiri), aku paling suka tentang sajak perpisahan yang ditulis untuk Sri Arjati.

"Ini kali tidak ada yang mencari cinta...
Gerimis mempercepat kelam
Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang..."

Cintanya tak kesampaian. Hidupnya melupa kenangan-- kepada Ida, Mirat atau Dien Tamaela-- banyak sajaknya bersisa dari ingatan; "setiap sajak adalah kehidupan, kenangannya hidup dan terpelihara."

Paling gemar bila naratif diselit babak sejarah Indonesia-- penjajahan Belanda dan Jepang, tentang tentera sekutu, pemberontakan fasisme dan revolusi kemerdekaan daripada kalangan laskar pemuda sehingga sajak binatang jalang yang termasuk manifestasi antifasis. Hingga di hujung cerita hal-hal sastera dan sejarah masih seiring sesuai perjalanan seni si penyair.

Jujurnya peribadi Chairil kurang sesuai dijadi inspirasi, mungkin cita-cita dan minat sasteranya paling inspiratif dan wajar dikagumi. Satu buku yang menarik dengan laras bahasanya bagus dan mudah, di hujungnya agak tragis dan sepi namun naskhahnya cukup menghangat galur hidup sosok terkenal ini.

"Bukan maksudku mau berbagi nasib,
nasib adalah kesunyian masing-masing."
Profile Image for Akmal A..
171 reviews8 followers
May 1, 2019
Entah kenapa boleh je aku nak habiskan buku ni dlm masa 2 hari tapi aku berhenti lepas baca separuh dan aku sambung semula minggu depannya. Aku bukanlah orang yang pandai membacs sajak/syair/puisi tapi aku sukakan pada orang yang pandai menyusun kata-kata sehingga kata kata itu sukar utk difahami tapi mudah untuk dirasai. Chairil Anwar adalah salah satu tokoh penyair yang handal yang mengangkat tema2 merdeka intelektual itu. Aku kenal beliau dan menekuni kerja-kerjanya lewat musikalisasi puisi. Dan buku ini membuatkan aku lebih faham tentang puisi2nya yang kadang2 susah untuk aku faham kerana aku bukanlah handal dalam memahami sebuah karya sastera jenis ini
Profile Image for A N P.
59 reviews4 followers
April 12, 2019
Sebuah novel rasa drama. Pembaca seperti diajak menonton, bukan membaca, kisah hidup sang penyair pencetus angkatan '45. Semua orang mengakui mengenal Chairil, namun hanya sedikit sekali yang benar-benar tau kedalaman jiwanya. Termasuk saya. Sebagai pembaca yang pada saat kerusuhan Mei '98 masih berusia 6 tahun, saya sama sekali tidak akrab dengan karya-karya Chairil Anwar. Malah cenderung acuh pada karyanya. Saya hanya mengenal beliau lewat film roman remaja hits era 2000an yang dibintangi Nicholas Saputra dan Dian Sastrowardoyo. Dari film tersebut, terbesit rasa penasaran akan buku "Aku: Berdasarkan Perjalanan Hidup Dan Karya Penyair Chairil Anwar" yang menjadi favorit Rangga dan kemudian pun membuat Cinta tidak bisa tidur karena kecanduan membacanya. Saat itu saya berpikir, sepuitis apa sih Chairil Anwar ini?
.
Percepat hingga 201, saya tercebur ke bacaan sastra, namun belum juga menengok puisi Chairil. Hingga di 2018, semesta mempertemukan saya dengan satu baris puisi Chairil:
"Mampus kau dikoyak-koyak sepi!"

Lama sekali saya pandangi kalimat itu. Saya ucap berulang-ulang, saya merasa itu baris puisi yang sangat brilian. Gak kalah dengan baris "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana" yang dilahirkan Sapardi Djoko Damono.
.
Dari situ, saya mencoba mencari tau kehidupan Chairil seperti apa. Kenapa beliau bisa tau bahwa sepi hobi sekali mengoyak seseorang? Lalu sampailah pencarian itu pada buku Sergius Susanto ini, yang kebetulan milik teman saya yang juga keracunan sastra hingga overdosis.
.
Novel ini persis seperti sebuah drama biografi atau fiksi realita yang memutarkan naik turun hidup Chairil. Si binatang jalan itu, seperti kata orang-orang yang mengenalnya, memang gak punya rasa takut, bahkan pada kematian sekalipun. Sapardi pernah berujar bahwa Chairil punya paket lengkap seorang seniman: pemberontak, bokek, begundal, cepat bosan, dan penyakitan. Ia dibenci namun dimaafkan. Ia dihujat namun kerap dipuja. Ia adalah kontradiksi. Ia takut menjadi tua, bukan pada usia, namun pada pendirian, karena menjadi tua berarti menjadi statis dan kaku.
.
Buku ini menguak sisi berontak namun romantis dari Chairil Anwar. Gimana gak romantis, tiap ketemu cewek, malamnya langsung dibuatkan syair! Terlepas ia sedang patah hati atau mabuk cinta semabuk-mabuknya. I'm sorry, but Dilan who?
.
Hal yang membuat saya bertanya-tanya, atau sangsi lebih tepatnya, setiap perkataan Chairil dalam buku ini benar-benar seperti hasil ucapan lisan Chairil Anwar. Entah ini menunjukkan kelihaian Sergius Sutanto dalam meramu aksara dalam berkisah atau ketekunannya dalam melakukan penelitian akan hidup Chairil Anwar.
.
Satu momen yang masih saya ingat adalah perpisahan Chairil Anwar dengan Mirat, ia bilang
"Mencintaimu adalah pengkhianatan pada kemiskinan yang kumiliki. Tapi, berhenti mencintaimu adalah pengkhianatan pada hatiku".
Profile Image for yanti.
117 reviews2 followers
February 11, 2020
Sebagai orang yang hobi baca buku, mungkin bisa dikatakan terlambat, hari ini baru membaca buku biografi sastrawan Indonesia Chairil Anwar. Mungkin semua orang kenal Chairil Anwar, bahkan dari siswa SD atau SMP, karena pelajaran tentang puisi sudah diajarkan. Namun mengenal lebih dekat Chairil Anwar dari masa kecil, remaja, menikah hingga meninggal dunia dalam usia muda, belum tentu semua orang tahu.

Saya penasaran tentang Chairil Anwar, karena puisi AKU yang menjadi salah satu ikon film Ada Apa Dengan Cinta. Waktu Rangga membaca buku AKU, itu keren banget, dan saya membayangkan Chairil Anwar se cool Nicholas Saputra 🙂

Setelah membaca novel biografi ini, ambyar bayangan saya tentang Chairil Anwar. Meskipun ini ditulis dalam bentuk novel oleh Sergius Sutanto, namun sebagian besar isi dalam buku ini adalah fakta. Buku ini ditulis dengan melalui riset dan wawancara langsung dengan satu-satunya anak Chairil Anwar yaitu Evawani Alissa Chairil Anwar. Evawani memberikan kata pengantar dan endors dalam buku ini. Penulis juga melampirkan daftar rujukan yang berisi puluhan tulisan dari berbagai surat kabar yang membahas tentang Chairil Anwar

Review lengkapnya di https://jendeladuniaku2015.wordpress....
2 reviews1 follower
November 14, 2017
Tadinya, aku berharap novel ini adalah kisah kontemplasi demi kontemplasi Chairil Anwar mencipta puisi-puisinya. Atau kisah heroik di balik Karawang-Bekasi, atau lagi kisah cinta yang rumit yang melahirkan "mampus kau dikoyak-koyak sepi".

Tapi, novel ini adalah sisi Chairil Anwar yang mengejutkan.

Dia punya mimpi setinggi langit, tapi juga membiarkan dirinya tidak berbuat apa-apa. Kalau saja idealisme bisa bikin perut kenyang, mungkin Chairil menjadi orang yang tersenyum paling lebar. Dia punya kegagalan, ketidak berdayaan. Tapi pada saat yang bersamaan, tidak sulit untuk jatuh cinta padanya.

Ketika Chairil bertekad untuk menjadi pelindung sang ibu, aku segera tahu dia adalah laki-laki yang baik. Namun sayang, cerita terputus sekembalinya ibu ke Medan. Juga cerita tentang ayah, sayangnya tidak banyak

Buku ini sempurna menampilkan Chairil Anwar sebagai pecinta sejati, pada sastra, pada Republik ini, juga pada semangat untuk bisa memenangkan hidup.
Profile Image for Fauzi Karo Karo.
22 reviews
July 1, 2019
Jadi lebih tahu banyak tentang bagaimana seorang Chairil Anwar begitu juga dengan wanita-wanitanya. Sifatnya yang keras kepala memang kadang menyebalkan tapi setelah membaca karya puisinya, sifatnya yang keras kepala hilang begitu saja.
Profile Image for Zah.
59 reviews6 followers
December 16, 2019
Di awal tertarik sekali, bab-bab pertama serasa Chairil yang menulis. Bab-bab akhir mulai mengendur, penulis seolah ingin segera menyelesaikan saja. Tapi menarik, melihat seorang Chairil Anwar yang benar-benar binatang jalang menjadi manusia.
December 11, 2020
Buku yang menarik, saya memang belum selesai bacanya tapi dari awal paragraf saya sudah di suguhkan pengalaman yang sulit saya utarakan sebuah keburuntugan pernah mengenal dan membaca buku ini mungkin berlebihan tapi itulah yang saya rasakan.
Terimakasih untuk penulis
This entire review has been hidden because of spoilers.
November 19, 2022
Melihat sisi dari seorang penyair muda yang sangat berapi-api. Latar belakang dari seorang binatang jalang yang dapat kita lihat
Profile Image for inong.
38 reviews
February 7, 2023
gejolak batin sang revolusioner sastra.
yang berjuang dengan caranya dan yang mati dalam kemiskinan.
chairl anwar, pujangga yang karyanya ga bisa di lupain sama semua penulis di Tanah air.
seniman hebat yang ga dimakan sama waktu tapi kalah di koyak sepi.
Profile Image for sweetvanya.
14 reviews17 followers
September 4, 2020
gaya bahasa penceritaan tentang Chairil Anwar ditulis dengan baik, sangat memikat. mudah sekali saya terhanyut dalam cerita hidup Chairil.
Profile Image for Umi Sholikhah.
2 reviews
November 28, 2017
Sebuah buku yang mencoba menguak lebih dekat kehidupan Chairil Anwar, jiwanya yang bebas dan penuh pembrontakan kadang mengahadirkan rasa gemas tersendiri ketika membaca. Sajaknya yang bebas dan berciri khas. Kisah-kisah asmaranya. Segala cerita tentang Chairil begitu hidup dan menarik.
Profile Image for Agnes Bemoe.
14 reviews1 follower
January 22, 2018
Seperti yang disampaikan di lembar awal, buku ini adalah novelisasi kehidupan penyair besar Indonesia, Chairil Anwar. Novel 432 halaman ini memuat kisah hidup Ninik, panggilan Chairil semasa kecil, dari kecil hingga wafatnya. Seperti yang dijanjikan di tagline-nya juga, novel ini mengulik pemberontakan bathin penyair kelahiran Medan ini. Pemberontakan bathin yang membawanya melesat sebagai penyair besar di satu pihak tapi menggerus sisi personal dan sosial si penyair di pihak lain. Pemberontakan yang menyulut ironi demi ironi dalam kehidupan tokoh sastra Angkatan 45 ini.

Secara umum, saya sudah pernah membaca sepotong-sepotong kisah hidup Chairil Anwar. Bila hanya untuk sekedar tahu, saya merasa sudah cukup tahu. Namun demikian novel ini tidak lantas jadi membosankan buat saya. Ketrampilan Sergius Sutanto menyadur potongan sejarah menjadi lembar fiksi membuat saya bertahan membacanya. Menggunakan kalimat pendek-pendek, Sergi tampil hangat dan manusiawi, tidak kaku dan dingin. Kehangatan dalam rangkaian kalimat-kalimat pendeknya itulah yang membuat novel biografi ini enak dibaca.

Biarpun setiap genre punya tingkat kesulitan tersendiri dan tidak adil bila diperbandingkan, saya rasa, saya pribadi akan menghindari menulis novel biografi karena tingkat kesulitannya yang tinggi. Penulis tidak bisa begitu saja meluahkan imajinasinya karena yang ditulis adalah tokoh riil. Akan ada ekspektasi yang tinggi terhadap keakuratan atas tokoh dan kehidupannya. Saya ingat bertahun -tahun lalu pernah membaca sebuah review atas film Frida Kahlo. Kritik paling kuat adalah ketidakmiripan karakter Frida dengan aslinya. Ini menimbulkan penolakan oleh penonton di negara asal Frida, Meksiko.

Memahami tingkat kesulitannya yang tinggi ini, saya salut, ada penulis yang mau berkutat di dalamnya. Ini jadi semacam angin segar buat dunia bacaan di Indonesia. Sergi pun menuliskannya tidak hanya (relatif) akurat, namun lancar dan indah, seperti yang saya sebutkan sebelumnya.

Bahwa ini bukan buku sejarah (non-fiksi), akan kita temukan di beberapa bagian. Sergi tidak melemparkan semua fakta sejarah dalam tulisannya. Awalnya saya kurang paham. Namun kemudian saya malah mendukungnya. Memenuhinya dengan serangkaian informasi sejarah malah potensial membuat novel ini membosankan.

Namun demikian, ada beberapa bagian yang saya rasa perlu diperdalam. Salah satunya adalah kematian Toeloes bin Manan, ayah Chairil. Untuk tokoh sepenting ayahnya -yang dikagumi sekaligus dibenci oleh Chairil- moment kematian yang cuma diangkat berdasarkan cerita Uda Husni, pedagang nasi kapau dari Bukittingi, rasanya kurang memadai. Saya membayangkan adanya ledakan emosi yang lebih kuat, mengingat ayahnya itulah pangkal kegalauan dan kelabilan Chairil.

Namun demikian, novel ini sangat asyik dibaca. Teknik flashback di prolog-nya keren, menurut saya. Dari awal, saya merasa sedang menonton film, dan bukan membaca buku. Saya kurang tahu, ini hal yang bagus atau bukan, yang jelas saya tidak keberatan.

Novel semacam ini sangat langka di Indonesia. Selain Iksaka Banu, saya tidak tahu siapa lagi yang mau bertungkus lumus di genre ini. Karenanya, saya bersemangat sekali membacanya. Saya menyarankan novel ini jadi bacaan wajib anak-anak SMA. Ini novel yang membantu anak memahami tokoh dan sejarah dengan lebih menyenangkan. Secara khusus untuk situasi Indonesia yang sedang diancam pertikaian dan perpecahan oleh ide kilafah, novel ini sangat bagus untuk mengingatkan, betapa mahalnya harga kemerdekaan (silakan baca di bagian pembantaian Rawa Gede).

Akhirnya, salut untuk Sergius Sutanto, penulisnya, sangat ditunggu buku-buku berikutnya.

***

Pebatuan, 19 Desember 2017
Agnes Bemoe
Displaying 1 - 19 of 19 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.