Jump to ratings and reviews
Rate this book

Malam Terakhir: Kumpulan Cerpen

Rate this book
"Leila bercerita tentang kejujuran, keyakinan, tekad, prinsip dan pengorbanan...Banyak idiom dan metafor baru di samping padangan falsafi yang terasa baru karena pengungkapan yang baru. Sekalipun bermain dalam khayalan lukisan-lukisannya sangat kasat mata."
H.B.Jassin, pengantar Malam Terakhir Edisi Pertama.

"Dalam cerpen 'Air Suci Sita', ditulis di Jakarta 1987, Leila memulai ceritanya dengan kalimat:'Tiba-tiba saja malam menabraknya.' Sebuah kalimat padat yang sugestif dan kental...Dengan thnik bercerita yang menarik, Leila berhasil mengangkat gugatan mengapa hanya kesetiaan wanita yang dipersoalkan, bagaimana dengan kesucian para pria? (...) Sebagaimana awal dari perjalanan panjang Leila sebagai salah seorang penulis di masa depan, kumpulan ini penuh janji."
Putu Wijaya, Tempo, Februari 1990.

117 pages, Paperback

First published January 1, 1989

Loading interface...
Loading interface...

About the author

Leila S. Chudori

14 books859 followers
Leila Salikha Chudori adalah penulis Indonesia yang menghasilkan berbagai karya cerita pendek, novel, dan skenario drama televisi.Leila S. Chudori bercerita tentang kejujuran, keyakinan, dan tekad, prinsip dan pengorbanan. Mendapat pengaruh dari bacaan-bacaan dari buku-buku yang disebutnya dalam cerpen-cerpennya yang kita ketahui dari riwayat hidupnya ialah Franz Kafka, pengarang Jerman yang mempertanyakan eksistensi manusia, Dostoyewsky pengarang klasik Rusia yang menggerek jauk ke dalam jiwa manusia. D.H Lawrence pengarang Inggris yang memperjuangkan kebebasan mutlak nurani manusia, pengarang Irlandia James Joyce, yang terkenal dengan romannya Ullysses. Suatu pelaksanaan proses kreatif Stream of Consciousnes, Herman Jesse, Freud, Erich Fromm, A.S. Neill. Maka tidak mengherankan apabila Leila S. Chudori memperlihatkan tokoh-tokoh cerita yang mempunyai kesadaran yang dalam dan hasrat jiwa yang bebas merdeka. Leila S. Chudori pun tak asing dengan Baratayudha, Ramayana dari dunia pewayangan. Leila S. Chudori juga menggunakan imajinasinya untuk meruyak ruang dan waktu, penuh ilusi dan halusinasi, angan-angan dan khayalan. Leila melukiskan kejadian-kejadian secara pararel dan simultan, berbaur susup menyusup untuk saling memperkuat kesan pengalaman dan penghayatan. Leila juga mensejajarkan pengalaman pribadi, membaurkannya dengan cerita mitologi. Dengan teknik pembauran seperti ini, terjadi dimensi baru dalam pengaluran cerita. Satu hal lain yang istimewa dalam cerpen-cerpen Leila bahwa dia tidak ragu-ragu menceritakan hal-hal yang tabu bagi masyarakat tradisional. Gaya cerita Leila S. Chudori intelektual sekaligus puitis. Banyak idiom dan metafor baru di samping pandangan falsafi baru karena pengungkapan yang baru.

Leila terpilih mewakili Indonesia mendapat beasiswa menempuh pendidikan di "Lester B. Pearson College of the Pacific (United World Colleges)" di Victoria, Kanada. Lulus sarjana Political Science dan Comparative Development Studies dari Universitas Trent, Kanada.
Sejak tahun 1989 hingga kini bekerja sebagai wartawan majalah berita Tempo. Di tahun-tahun awal, Leila dipercayakan meliput masalah internasional—terutama Filipina dan berhasil mewawancarai Presiden Cory Aquino pada tahun 1989, 1991 di Istana Malacanang; Fang Lizhi seorang ahli Fisika dan salah satu pemimpin gerakan Tiannamen, Cina, WWC di Cambrige Universitypada tahun 1992, Presiden Fidel Ramos di Manila pada tahun 1992, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di Jakarta, pada tahun 1992, Pemimpin PLO Yasser Arafat pada tahun 1992 dan 2002 di Jakarta, Nelson Mandela pada tahun 1992 di Jakarta, dan Pemimpin Mozambique Robert Mugabe pada tahun 2003, di Jakarta. Kini Leila adalah Redaktur Senior Majalah Tempo, bertanggung-jawab pada rubrik Bahasa dan masih rutin menulis resensi film di majalah tersebut.

Karya-karya awal Leila dimuat saat ia berusia 12 tahun di majalah Si Kuncung, Kawanku, dan Hai. Pada usia dini ia menghasilkan buku kumpulan cerpen berjudul "Sebuah Kejutan", "Empat Pemuda Kecil", dan "Seputih Hati Andra". Pada usia dewasa cerita pendeknya dimuat di majalah Zaman, majalah sastra Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia), dan Tenggara (Malaysia). Buku kumpulan cerita pendeknya Malam Terakhir telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzte Nacht (Horlemman Verlag). Cerpen Leila dibahas oleh kritikus sastra Tinneke Hellwig “Leila S.Chudori and women in Contemporary Fiction Writing dalam Tenggara”, Tineke Helwig kembali membahas buku terbaru Leila, “9 dari Nadira” dan mengatakan bahwa buku ini memiliki “authencity in reality” dan mengandung “complex narrative”. Nama Leila S. Chudori juga tercantum sebagai salah satu sastrawan Indonesia dalam kamus sastra "Dictionnaire des Creatrices" yang diterbitkan EDITIONS DES FEMMES, Prancis, yang disusun oleh Jacqueline Camus. Kamus sastra ini berisi data dan profil perempuan yang berkecimpung di dunia seni.

Pada tahun 2013 Leila S. Chudori memenangkan Kh

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
493 (22%)
4 stars
944 (43%)
3 stars
608 (28%)
2 stars
84 (3%)
1 star
23 (1%)
Displaying 1 - 30 of 388 reviews
Profile Image for Septian Hung.
Author 1 book9 followers
August 27, 2016
Sebetulnya buku ini layak untuk diberi lima bintang, alias buku super, karena cerita-cerita yang tersaji demikian sarat akan ajaran-ajaran moral dan nilai-nilai humanis.

Mulai dari kebebasan yang ternyata tak selalu berdampak positif sebab akan senantiasa ada pihak-pihak yang tanpa sadar lebih senang memenjarakan diri mereka sendiri dalam suatu keterkungkungan (cerpen Paris, Juni 1988).

Lalu perihal kesetiaan dimana disini terlihat jelas bahwa stigma yang dulu, dan barangkali sekarang juga masih berlaku, yakni cuma perempuan yang pantas diuji kesetiaannya. Laki-laki seakan diuntungkan oleh stigma konservatif itu dan kesetiaan mereka seperti tak patut untuk dipertanyakan sedikitpun (cerpen Air Suci Sita).

Kemudian permasalahan tentang esensi menulis dimana menulis bukanlah untuk terlihat baik dan suci, melainkan suatu upaya untuk jujur kepada diri sendiri. Menulis bukan untuk apa yang ingin dibaca oleh masyarakat luas dengan mengesampingkan realitas maupun menyembunyikan apapun yang tidak enak didengar atau tidak ingin diketahui oleh orang-orang (cerpen Sehelai Pakaian Hitam).

Membaca buku ini sekelebat mengenangkan saya pada karakter Diva dalam Supernova satu. Kalimat-kalimat filosofis yang terlontar dari pikiran Diva mengandung begitu banyak petuah yang saya kira sebanding dengan apa yang buku ini berusaha sampaikan.

Namun sayang, karena pengemasannya terkadang kurang apik hingga memaksa saya untuk mengerutkan kening dan menarik kedua alis sampai bertemu di titik sentra jidat, saya pun akhirnya memutuskan untuk memberikan empat bintang saja, sebagai bentuk apresiasi terhadap konten yang sangat kuat dan berbobot ini.
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 19 books191 followers
October 14, 2016
Salah satu kekuatan seorang sastrawan ada pada kemampuannya menjadi 'galak' terhadap fenomena sekitar tanpa harus terlihat sedang marah-marah. Dalam cerpen-cerpen di buku ini, saya merasakan dorongan yang sangat dari dalam diri penulis untuk menggugat banyak hal dalam masyarakat kita; mulai dari tema perempuan hingga menjadi bukan-diri-sendiri-demi-orang banyak. Membaca cerita-cerita di buku ini mengingatkan saya kembali bahwa menjadi manusia itu tidak melulu hitam dan putih, ada kalanya kita abu-abu atau penuh warna. Menyangkal kodrat dengan selamanya menjadi putih semata demi agar yang hitam tidak kelihatan di mata orang-orang hanya akan menghasilkan efek Dr. JeckylI and Hyde dalam novel Robert L. Stevenson. Jujur pada diri sendiri, dengan mengakui bahwa kita memang tidak sempurna tetapi sedang dan selalu berusaha untuk menjadi semakin baik dari hari ke hari; ini akan lebih baik bagi jiwa.

Profile Image for yun with books.
616 reviews226 followers
September 14, 2021
"Engkau begitu tegap, mandiri, dan mempertahankan kesucianmu seperti yang diwajibkan oleh masyarakat; sedangkan aku adalah lelaki lemah, payah, manja, tak bisa menahan diri. Kami para lelaki, dimanjakan dengan apa yang dianggap sebagai kodrat, kami diberi permisi luas-luasnya. Kalau kau berkhianat, pastilah kau dianggap nista. Tetapi jika aku yang berkhianat, maka itu dianggap biasa..."


Di buku kumpulan cerpen ini, Leila S. Chudori sangat gamblang membahas tentang berbagai tragedi sosial dan kritik terhadap isu-isu yang berhubungan dengan perempuan. Seluruh cerpennya insightful dan dapat membuat pembaca bisa ngeh tentang posisi sosial perempuan.
Profile Image for Hestia Istiviani.
954 reviews1,805 followers
August 6, 2019
"Engkau begitu tegap, mandiri, dan mempertahankan kesucianmu seperti yang diwajibkan oleh masyarakat; sedangkan aku adalah lelaki lemah, payah, manja, tak bisa menahan diri. Kami, para lelaki, dimanjakan dengan apa yang dianggap sebagai kodrat, kami diberi permisi seluas-luasnya. Kalau kau yang berkhianat, pastilah kau dianggap nista. Tetapi jika aku yang berkhianat, maka itu dianggap biasa..."

- Air Suci Sita


Malam Terakhir merupakan perkenalan awalku dengan sosok Leila S. Chudori. Sebuah perkenalan yang "bermain aman." Sebab, aku khawatir tidak menemukan kecocokan apabila langsung membaca novelnya (Pulang, Laut Bercerita, misal). Maka, ketika banyak orang merekomendasikan agar aku membaca Malam Terkahir terlebih dahulu, aku setuju. Bukunya tipis karena berisi kumpulan cerpen yang ditulis lebih dari 20 tahun yang lalu.

Disambut dengan pembuka "Pulang: Setelah 20 Tahun..." dari situ aku sudah kagung dengan Leila. Ia yang membuatku tersadar bahwa penulis perempuan memiliki kharismanya sendiri. Ada cerita-cerita yang tidak bisa disampaikan oleh penulis laki-laki. Tentu, salah satunya karena langgengnya budaya patriarki. Dan Leila ingin menjadi representasi penulis perempuan yang bisa mewakili bagaimana sebaiknya kerja masyarakat terhadap sosok perempuan.

Ketika mulai masuk ke dalam cerpen-cerpennya, Leila rupanya punya cara bernarasi yang unik. Ia menciptakan ruang dan waktunya sendiri. Melompat namun tetap dalam satu jalinan ceritanya. Penuh dengan imajinasi dan terkadang, paradoks. Itulah mengapa ketika membaca Leila disarankan untuk membaca dalam keadaan tenang dan secara perlahan. Memahami Leila tidak bisa ala kadarnya.

Meski begitu, Leila bisa melontarkan gagasannya dengan jelas. Misalnya seperti kalimat yang aku kutip di awal tulisan ini. Ia menampakkan betapa menjadi wanita di Indonesia harus berjuang melawan stigma tertentu. Berbeda dengan laki-laki, mereka bisa bercinta dengan perempuan lain dan masih dipandang wajar.

"Kalau kebenaran dianggap relatif, maka dunia akan berubah menjadi anarkis. Tapi, biarlah, toh aku masih bisa menghargai sikapmu."

- Sehelai Pakaian Hitam


Tidak hanya masalah budaya patriarki saja, Leila juga urun cerita mengenai pandangan masyarakat terhadap sosok yang diagungkan. Bisa jadi, seseorang yang kita lihat melalui karya agungnya nyatanya tidak selamanya orang yang suci dan benar. Tapi itulah yang membuat mereka manusia.

Melalui kumpulan cerpen yang terdapat dalam Malam Terakhir, pembaca awam sepertiku bisa berkenalan dengan baik dan "aman." Sekaligus, menjajaki pengalaman membaca Leila. Rupanya menarik. Bahkan menyentuh seperti dalam cerpen "Malam Terakhir" yang menjadi penutup kumcer ini.
Profile Image for Hanif.
109 reviews71 followers
March 29, 2017
Sebelum mengulas buku ini, saya ingin menyampaikan bahwa pengantar yang dituliskan oleh Leila S. Chudhori sebelum cerita dimulai mengubah cara pandang saya terhadap kumpulan cerpen. Awalnya saya selalu skeptis terhadap kumpulan cerpen. Saya selalu tidak tertarik untuk membeli buku cerpen dan apabila saya mencoba untuk membaca buku tersebut saya selalu merasa berputar-putar karena cerita-ceritanya berganti tokoh dan berganti alur. Leila menuliskan dalam pengantarnya:

"Cerita pendek menyediakan ruang yang sempit untuk ledakan yang dahsyat. Cerita pendek sama sekali tidak memberi izin penulisnya untuk ngoceh, ngalor-ngidul. atau seenaknya menghabiskan huruf, kata, dan kertas untuk memamerkan kekesanan kosakata yang beragam."


Setelah membaca kata-kata tersebut, ya, saya akhirnya setuju kalau cerita pendek memberikan tantangan tersendiri bagi penulisnya. Apalagi kalau cerpen tersebut dikumpulkan menjadi sebuah buku. Menurut saya, sebuah buku kumpulan cerpen baiknya mengangkat tema yang sama. Seperti yang telah dilakukan oleh Leila pada Malam Terakhir ini.

Buku ini berisi tentang pergulatan batin tokoh dalam masing-masing cerpen melawan tuntutan-tuntutan moral dalam masyarakat. Seperti dalam cerita pendek Keats , sang tokoh, Tami, sedang dalam permasalahan dalam memilih pasangan. Apalagi cerita pendek ini dikemas dengan cara apik dengan menunjukkan benak Tami yang seolah-olah berdialog dengan John Keats dan mempertanyakan makna puisi karya Keats yang berjudul "Tentang Mati" ( On Death Poem ). Cerpen ini menjadi salah satu favorit saya dalam buku ini.

Cerpen kedua yang juga saya sukai adalah Untuk Bapak . Lagi-lagi, seperti dalam karya Leila lainnya, Nadira dan Pulang, cerpen ini menunjukkan kekhasan Leila dalam bercerita, yaitu menggunakan metafora tokoh-tokoh wayang. Dialog antara Moko dengan bapaknya membuat saya iri. Terus terang, muncul rasa penyesalan setelah membacanya karena saya adalah seorang anak yang tidak terlalu dekat dengan almarhum bapak saya.
Profile Image for Citra Rizcha Maya.
Author 5 books22 followers
February 6, 2016
Untuk membaca Kumpulan Cerpen ini, saya membutuhkan waktu yang cukup panjang.

Potongan-potongan cerita dalam setiap cerpen seolah tergabung menjadi sebuah "dunia" dengan kehidupan yang; sedikit muram, agak depresif, timpang, membingungkan, tapi tetap saja, kehidupan selalu indah dengan berbagai masalahnya.

Sedikit catatan tentang cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen ini:

1. Paris, Juni 1988

"Paris memang tak pernah menyajikan peristiwa yang biasa. Paris selalu luar biasa, seperti seorang primadona..." Seperti yang diucapkan Marc kepada si gadis yang tak mengerti daya tarik apa yang membuat semua orang selalu menyebut Paris sebagai kota paling romantis di dunia. Padahal menurut si gadis, Paris tak pernah menawarkan kehangatan dan tidak berpretensi untuk menjadi sosok yang hangat.

Paris, di mata saya yang hanya melihatnya dari layar kaca sebagai setting film drama, tentu saja cantik dan angkuh. Tapi, setelah membaca Therese Raquin dari Zola, yang saya tahu Paris tak seindah itu. Kembali "jatuh cinta" dengan Paris lewat film Midnight in Paris, menelusuri Paris yang ajaib bertemu dari Hemmingway hingga Fitzgerald.

Paris, tepat seperti apa yang diucapkan Marc. Paris adalah dunia baru bagi si gadis yang 'shock' dengan apa yang ditemuinya; pemilik penginapan yang menjijikan dan serakah serta seniman misterius tak masuk akal yang adalah Marc.

Si gadis, buat saya seperti Francois si tikus, yang diangkat dari dunia sempitnya untuk melihat dunia baru yang lebih luas. Hanya saja dunia baru itu seperti proses kreatif Marc, gila, tak masuk akal, tapi bukankah itu bagian dari menciptakan karya seni? Dan karya seni kadang tak perlu dimengerti tapi yang pasti membuat penikmatnya, 'merasa'.

Menurut saya ini tentang perasaan si gadis yang ketakutan akan kebebasan yang ditawarkan Paris, sebagai dunia barunya.

Saya menyukai cerpen ini. Hebat, indah, dan ikut merasakan perasaan si gadis.

2. Adila

Saya menyetujui bahwa sebuah tulisan terbentuk dari bahan-bahan bacaan. The Rainbow dari D.H Lawrance, Summerhill dari A.S Neill, serta A Potrait of The Artist as a Young Man dari James Joyce menjadi bahan dari cerpen ini. Adila si tokoh, bahkan 'mengundang' masuk Ursula, Neill dan Stephen Dedalus ke dalam kisahnya. Dari ketiga buku tersebut hanya Summerhill yang pernah saya baca sebagai referensi belajar ketika kuliah ilmu pendidikan.

Adalah Adila gadis yang tengah memasuki masa remajanya. Masa remaja, siapa yang tak pernah dihantam oleh masa remaja? Begitupun Adila, di tengah kebingungannya dia mendapat pencerahan dari bahan bacaannya. Tokoh-tokoh fiksi hidup dan menjadi begitu nyata dalam dunianya (Saya mengalaminya ketika remaja, saya merasa bagian dari keluarga Weasley; adik dari si kembar dan kakak dari Ron, dan gembira sekali berkumpul dengan Harry-Hermione dan para anggota Orde di dapur The Burrow, ah ocehan ini tak penting)

Adila begitu mengagumi sang ibu, menurut saya dan betapa Adila begitu ingin seperti dirinya. Hanya saja sang ibu terlampau sibuk dengan tetek-bengek dunia yang tak lebih penting dari putrinya. Ibunya, bener seperti kata Adila, serupa Imelda Marcos.

Adila, gadis yang bisa melakukan apa saja, menembus garis-garis ruang dan waktu. Ia hidup tanpa pagar, dan bersama Ursula, Neill juga Stephen mereka merayakan kebebasannya.

Sedikit miris, cerpen ini harus dibaca para orang tua, sebagai peringatan bahwa remaja membutuhkan berbagai informasi awal dari mereka, termasuk pendidikan seks.

Menyayangkan Adila. Adila, gadis yang di sampul depan, kan?


3. Air Suci Sita

Empat tahun menanti dan melawan sepi. Kekasih kembali dan kesetiaan ditanyai. Perempuan, begitu ketakutan jika tak dipercayai oleh pria yang dicintai. Tidak bolehkah, perempuan balik mempertanyakan kesetiaan sang kekasih?

Kalimatnya indah, kaya metafora, memahaminya tak sederhana tapi tetap saja indah. Diksinya luar biasa. Kisah Rama-Shita dalam versi berbeda.

4. Sehelai Pakaian Hitam

Tentang seseorang yang terlalu mempertimbangkan pendapat orang lain lantas mengabaikan kebutuhannya sendiri tentang apa yang diinginkan untuk dijalani dalam kehidupan. Hal tersebut tentulah menyiksa dan berujung kepada keputusasaan. Kepura-puraan, tak lebih dari sebentuk penyiksaan yang mematikan. Penghakiman masyarakat bisa berdampak begitu mengerikan. Suka! Sebuah tulisan yang mendalam dan juga muram.

5. Untuk Bapak

Mata saya berkaca-kaca sepanjang membacanya. Saya selalu terbawa suasana ketika membaca tulisan yang mengangkat hubungan ayah dan anak.

Anak-anak seringnya tak pernah memandang ayah mereka (atau orang tua) sebagai manusia biasa, seperti pada kalimat, "Kenapa aku percaya betul bahwa engkau terlalu kuat untuk bisa mati?"

Saya menangkap di sini, bahwa usia hanyalah angka dan terkadang seseorang harus menyegerakan dirinya dewas jauh sebelum waktunya sesungguhnya tiba,

Saya menyukai POV yang digunakan di dalam cerpen ini.

6. Keats

Dibuka dengan puisi tentang mati dari Keats. Saya pribadi tak pernah memahami puisi, rangkaian kata-katanya terlalu indah untuk mampu saya cerna. Yang saya tangkap dalam cerpen ini bahwa tekanan keluarga sungguh berbahaya. Cerpen ini seperti puisi, sulit untuk kepala payah saya mengerti tapi tetap saja memikat untuk dinikmati.

7. Ilona

Saya suka gadis ini, memiliki tekad, berprinsip dan menurut saya dia menarik,
Semacam Ilona tak ingin mengalami kesalahan kedua orang tuanya yang gagal membangun pernikahan bahagia. Ilona merasa dirinya cukup tangguh untuk berjalan sendiri membentuk keluarga,bahkan tanpa perlu seorang pasangan. Cerita ini tentang ketidakpercayaan seorang Ilona akan lembaga pernikahan.

Cerita ini kaya akan kalimat-kalimat cerdas.

8. Sepasang Mata Menatap Rain
Tidakkah Rain lebih "dewasa" dan cara berpikirnya telah "matang" dibanding anak-anak seusianya? Rain terlalu cerdas dan inilah tamparan bagi kita orang dewasa untuk melihat sekitar. Kita harus memberi perhatian lih-alih hhnya menyampaikan belas kasihan. Cerpen ini membuka mata, saya suka!

9. Malam Terakhir

Tentang fitnah kekuasaan.
Dalam cerita ini ini, seolah Rain dari cerpen sebelumnya telah dewasa dan kembali meneruskan aneka "kenapa" kepada ayahnya yang memiliki kekuasaan di peerintahan. Tidakkah yang lainnyamampu melihat keadilan?


Secara keseluruhan kumpulan cerpen ini hebat. Cara berceritanya canggih, kaya metafora, membuat pembaca berpikir sekaligus mencerahkan. Saya menyukai tokoh anak di sini, dimulai dari Adila, Moko, Ilona hingga Rain. Mereka mengagumkan, cerdas, kritis, dan mampu 'menampar' para orang tua.


Profile Image for cindy.
1,981 reviews147 followers
October 11, 2016
Kekhasan Leila Chudori yg kutemukan di kisah-kisah Nadira tergurat lagi di sini, lebih jelas, lebih bebas dan lebih dalam. Tema-tema tentang perempuan dan pilihan-pilihan yg harus dibuatnya menjadikan cerpen-cerpen di sini sangat padat makna.

Ini beberapa favoritku:
Dalam 'Air Suci Sita' ia mengangkat kisah klasik ramayana dan balik menggugat pertanyaan tentang kesetiaan wanita vs kesucian para pria.

'Adila' bercerita tentang anak dan kekangan yg berlebihan tanpa kasih sayang dan berujung tragedi pribadi. Berbalikan dengan itu, 'Ilona' justru menampilkan kebebasan dan pilihan tanggung jawabnya sebagai beban... atau tidak. Keleluasaan ruang pribadi yang sulit dibagi untuk siapa pun.

Cerpen 'Keats' membuatku jatuh cinta pada puisi On Death.

Can death be sleep, when life is but a dream,
And scenes of bliss pass as a phantom by?


Cerpen ini mempertanyakan arti kebahagiaan, dan antara pilihan yang mudah dan jalan cinta. Aku suuuka sekali cara cerita ini bertutur.


Bbrp cerpen lain ('Malam Terakhir', 'Sepasang Mata Menatap Rain') jelas menggali tema2 sosial politik dalam sudut pandang berbeda. Menarik, tapi otakku sdg merasa bebal sekali untuk mengunyah dan menikmatinya. ^^V
Profile Image for Majingga Wijaya.
152 reviews18 followers
February 11, 2021
Membaca novel ini, seperti diingatkan pada guru Bahasa Indonesia saya waktu SMA. Beliau suka sekali memberikan tugas membaca novel-novel sastra yang mengandung makna-makna intriksi. Seperi novel-novel dari Nh. Dini dan Ahmad Tohari. Tidak hanya sekedar membaca, kami ditugaskan mencari makna yang tersembunyi dari novel tersebut.

Pertama saat melihat novel ini, yang terlintas adalah 'kok tipis ya'. Maklum, ini pertama kali saya membaca tulisan mbak Leila. Ternyata setelah membaca, banyak makna-makna yang bisa diambil dari novel ini. Ya walaupun perlu berpikir untuk mengartikan isinya.

Terima kasih telah membawa saya kembali menikmati asyiknya bermain dalam bahasa.
Profile Image for eti.
230 reviews109 followers
November 15, 2013
#47 - 2013

karena hidup adalah pilihan. terserah kau mau menjalaninya dan berdamai dengan dirimu, atau kau memilih tidak dan merasakan mati rasa. semua berada di tanganmu. sepenuhnya.
Profile Image for Guguk.
1,332 reviews77 followers
March 29, 2017
Dulu kayak pernah baca salah satu cerpennya di Kompas dan suka.
Tapi membaca buku ini benar-benar~ (*≧ω≦*) sama sekali bukan 'my-cup-of-bajigur'...

Selanjutnya, antara ngerant dan nyepoiler (☞ ⁄•⁄ω⁄•⁄)☞

Intinya, ini soal perbedaan selera saja, sepertinya (^ ^;)> Atau mungkin pemahamanku yang beda 'frekuensi'? (^皿^)
Profile Image for Raafi.
836 reviews441 followers
August 8, 2015
Setelah "Pulang" yang membuatku kesengsem dengan gaya bercerita Leila, aku coba membaca kumpulan cerpennya dengan buku ini. Sembilan cerpen masuk dalam buku cetak ulang ini; cetakan pertama terbit pada 2009. Hampir kesemuanya ditulis Leila sejak tahun 80-an, hanya satu cerpen yang ditulisnya pada 1996. Cerita-ceritanya begitu menggugah, bahkan indah.

Selengkapnya: http://bibliough.blogspot.com/2015/08...
Profile Image for teresa .
44 reviews23 followers
January 8, 2024
satu kata buat cerpen-cerpen karya Leila S. Chudori : MASTERPIECE

Oke langsung aja, menurut saya pribadi penulisan cerpennya sangat khas dan pemilihan katanya sungguh membuat saya hanyut di dalam cerita yang ada, banyak kosakata baru yang saya pelajari dari cerpen-cerpen ini dan tentunya hal yang paling saya sukai adalah buku ini membahas hal-hal yang tabu dan tidak sesuai dengan doktrin masyarakat yang konvensional, membuka pikiran pembaca agar lebih terbuka terhadap hal-hal tersebut. Saya sangat suka cerpen "Sepasang Mata Menatap Rain" ditutup dengan kalimat yang membuat saya takjub dan sangat mengiris perasaan saya saat membacanya. Satu cerpen lagi yang meninggalkan bekas di pikiran saya yaitu "Malam Terakhir" saya langsung teringat dengan peristiwa nyata yang memang benar-benar terjadi seperti itu dan langsung terpikir bahwa buku ini juga ditulis secara surrealis.
Profile Image for N☆zr .
763 reviews48 followers
May 19, 2022
⭐⭐⭐ ½

Boleh dikatakan tidak ada satu cerpen pun dalam kumcer ini yang boleh kujadikan favorit. Begitupun aku senang sekali dengan lenggok bahasa yang digunakan, bikin aku larut dalam susunan aksaranya. Mengasyikkan.

Adalah perkara biasa dalam sesebuah antologi atau kumcer jika terdapat beberapa karya yang lebih menyerlah dan menonjol berbanding yang lain. Untuk buku ini, daripada sembilan cerpen yang ada, aku ternyata bias kepada 'Sehelai Pakaian Hitam', 'Sepasang Mata Menatap Rain', dan 'Malam Terakhir'.

Yang nyata, buku ini adalah pemula untuk aku menikmati karya Leila S. Chudori seterusnya.

Oh, dan aku suka benar dengan terjemahan puisi John Keats 'On Death':

Can death be sleep, when life is but a dream,
And scenes of bliss pass as a phantom by?
The transient pleasures as a vision seem,
And yet we think the greatest pain's to die.

How strange it is that man on earth should roam,
And lead a life of woe, but not forsake
His rugged path; nor dare he view alone
His future doom which is but to awake.

Tentang Mati (diterjemahkan oleh Taslim Ali)

Mungkinkah mati itu tidur, bila hidup hanyalah mimpi
Dan gambaran bahagia luput seperti hantu berlalu
Segala kesenangan fana seakan-akan khayali
Betapapun, hemat kita: matilah terperi antara pilu

Alangkah anehnya: insan harus mengembarai bumi,
Dan walau hidup serba sengsara, namun masih saja
Serta di jalannya keras, dan tidak ayal berani sendiri
Menatap bencana nanti, yang hakikatnya bangun belaka.
Profile Image for Nelly.
66 reviews1 follower
February 10, 2011
Kecepatan saya membaca kumpulan cerpen memang tidak segesit membaca novel. Saya lebih menikmati membaca satu atau dua cerita saja sekali baca untuk kemudian diendapkan dan melapangkan imajinasi. Demikian halnya membaca buku kumpulan cerpen ini.

Terlambat, saya mengenal nama Leila S. Chudori sejak lama tetapi baru beberapa waktu lalu berkenalan dengan karyanya melalui 9 Dari Nadira. Saat itu, saya langsung jatuh cinta. Karyanya seolah menandaskan dahaga saya akan bacaan sastra selepas kuliah beberapa tahun lalu. Karenanya, saya turut membeli buku Malam Terakhir ini yang katanya “edisi baru”.

Gaya bercerita Leila hampir serupa dengan penulis favorit saya SGA. Saya curiga, mungkin, latar belakang jurnalistik yang menyebabkan persamaan itu. Cerita mereka sangat membumi, realistis yang hiperbolis, sehingga pembaca sulit membedakan nyata dan fiksi. Hanya saja, tema yang diangkat Leila lebih banyak tentang masalah sosial.

“Malam Terakhir” menjadi cerpen pamungkas yang mengakhiri rangkaian cerita dalam kumcer ini, sekaligus klimaks bagi saya. Jika diurutkan dari awal, perlahan saya jatuh cinta dengan “Paris, Juni 1988”, lalu beralih kepada “Untuk Bapak”, kemudian pindah untuk “Ilona” dan “Sepasang Mata Menatap Rain”, hingga tak dapat dipungkiri saya jatuh cinta dengan “Malam Terakhir”.

Dibandingkan buku Leila yang saya baca sebelumnya, kumcer ini lebih gelap dan depresif. Namun, tetap memikat untuk dinikmati.
Rasanya saya patut mencari karyanya yang lain...

Profile Image for Sulis Peri Hutan.
1,055 reviews272 followers
April 28, 2013
Sejak membaca Pulang, saya sudah mentasbihkan kalau Leila S. Chudori adalah salah satu penulis favorit saya tahun ini. Saya sangat terpesona dengan cerita yang dia buat. Pulang mudah saya terima walau memiliki tema yang berat, berbeda dengan buku yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1989 ini, tepat sebelum Leila menjadi wartawan Tempo, ada beberapa cerpen yang perlu saya baca berulang-ulang agar mengerti maksudnya. Berikut kesembilan cerpen yang ada di buku Malam Terakhir:

1. Paris, Juni 1988

Cerpen ini salah satu yang tidak saya mengerti, kalau membaca bagian akhir kira-kira intinya adalah tentang kebebasan. Seorang laki-laki yang terjebak oleh khayalan yang dibuatnya.

Janou tak bisa menguasai Jean-Gilles; dia tak bisa menguasai gairahku; isi hatiku yang paling dalam. janou menyadari, jika dia bercinta denganku, dia hanya bercinta dengan tubuhku…,kamu tahu…” Marc tiba-tiba memegang dada sang gadis, “Ada sesuatu dalam hati, satu sekat ruang yang tak bisa dimiliki siapa-siapa barang seusapanpun?”

2. Adila

Adila adalah seorang anak yang tak dibatasi oleh konvensi. Ia bisa melakukan apa saja menembus garis-garis ruang dan waktu. Ia hidup tanpa pagar.

Memiliki ibu yang otoriter, selalu menginginkan kesempurnaan tapi sayangnya dia tidak memberikan perhatian yang lebih kepada anaknya membuat si anak merasa terpenjara, merasa apa yang selalu dilakukannya selalu salah. Lalu si anak menciptakan teman khayalannya sendiri, Ursula -salah satu tokoh dalam novel The Rainbow karya D.H Lawrence, Bapak Neill -pendiri sekolah Summerhill, dan Stephen Dedalus, mengajarkan Dila apa arti kebebasan.

3. Air Suci Sita

“Sayang, engkau ternyata seorang perempuan yang teguh dan kukuh. Sedangkan aku hanyalah lelaki biasa,” tunangannya mengusap pipi perempuan itu dengan mata yang berkaca-kaca. “Engkau begitu tegap, mandiri, dan mempertahankan kesucianmu seperti yang diwajibkan oleh masyarakat; sedangkan aku adalah lelaki lemah, payah, manja, tak bisa menahan diri. Kami. para lelaki, dimanjakan dengan apa yang dianggap kodrat, kami diberi permisi seluas-luasnya. Kalau kau yang berkhianat, pastilah kau dianggap nista. Tetapi jika aku yang berkhianat, maka itu dianggap biasa…”

Jadi, kalau lelaki boleh selingkuh perempuan nggak boleh? Enak bener.

4. Sehelai Kain Hitam

“Salikha, setiap kali aku tampil di tempat umum, aku harus mengenakan baju berwarna putih. Mereka menginginkan aku berwarna putih. Seputih tulisan-tulisanku. Mereka menolak melihat bahwa di antara warna putih, ada noda, ada titik-titik kotor… Mereka tak ingin melihat aku sebagai manusia biasa.”

Cerpen kedua yang cukup sulit saya pahami. Kira-kira artinya adalah seseorang yang berpura-pura sempurna di mata orang lain. Cerita ini juga berbau religius.

“Tidak… Kau banar. Aku lemah. Pengecut. Aku telah terbentuk, secara tidak kusadari, oleh masyarakat. Aku didekte oleh masyarakat untuk berbicara dan menulis apa yang ingin mereka baca dan dengar. Mereka terlanjur melihatku sebagai sebuah sosok, tokoh, idola, atau sebutan apapun yang memberikan beban luar biasa. Mereka menyangka aku yang memiliki kekuasaan untuk mengangkat taganku dan mengerakkan mereka untuk melakukan sesuatu. Tapi, sebetulnya, merekalah yang telah begitu berkuasa memerintahkan alu untuk mengenakan pakaian putih, tanpa boleh meletakkan benang-benang hitam, tanpa boleh ada noda… Tidak. Aku tak menyalahkan siapa-siapa. Dengan sadar, kupilih jalan ini.”

5. Untuk Bapak

“Srikandi dan Arjuna mengepung Bhisma, dan dengan tenang dia berdiri karena dia sudah memilih hari akhirnya. Panah-panah Srikandi kemudian menusuk tubuhnya beruntun, Tap! Tap! Tap! Bhisma runtuh tetapi badannya tidak menyentuh tanah, karena rangkaian panah itu menyangga tubuhnya, Hingga perang Bharatayudha berakhir, Pak, ia tetap hidup sambil menatap langit…”

Cerita favoritku! Salah satu yang saya sukai dari tulisan mbak Leila adalah dia selalu menyisipkan cerita Mahabharata. Kali ini bercerita tentang cinta seorang anak kepada Bapaknya, yang mengganggap Bapaknya seperti Bhisma, laki-laki yang selama hidupnya dikenal sangat setia pada sumpahnya.

“Anakku, panah-panah Bhisma itu sudah menjadi urat nadi Bapak. Tapi kamu tetap menjadi jantungku,” demikian kau menulis pada ulangtahunku yang ke-15.

Hiks.

6. Keats

Cerita ketiga yang saya baca berulang-ulang, maaf saja saya tidak punya otak prima, adanya otah bulat jadi yah perlu tenaga ektra untruk memahami bahasa yang penuh metafora :p. Intinya adalah sebuah keluarga yang tidak menyetujui pilihan hidupseseorang lalu mereka menjodohkan dengan orang yang terlihat sempurna, padahal belum tentu dalamnya sebaik tampilan luar. Tami mencurahkan semua perasaannya itu pada John Keats, penyair Inggris awal abad ke-19 yang terkenal dengan sajak “Tentang Mati”. Btw, John Keats ini merupakan salah satu penyair favorit mbak Leila, semua bukunya selalu ada cuplikan sajak tentang kematian ini.

7. Ilona

Tentang pernikahan. Gagalnya pernikahan orangtuanya, membuat Ona dia tidak percaya pada pernikahan.

“Rasa sepi itu selalu menyerang setiap orang yang menikah maupun yang tidak menikah. Barangkali rasa sepi akan terasa lebih perih bagi mereka yang mengalami kegagalan dalam perkawinan. Mereka terbiasa berbagi, lalu mereka terpaksa menjadi sendiri.”

8.Sepasang Mata Menatap Rain

Seorang anak kecil dengan rasa ingin tahu yang besar, Rain namanya, dia melihat bukti nyata dari kelaparan dan peperangan di Burundi ketika tak sengaja ikut menonton majalah yang dibaca ibunya. Tak lama setelah itu, dia melihat bukti nyata di depan matanya, bukti nyata seorang pengamen yang nasibnya tidak jauh berbeda dari korban perang dan kelaparan. Kritik sosial sangat kental di cerpen ini, terlebih teguran untuk para orangtua agar memberi penjelasan apa pun dan jujur dalam segala hal kepada anaknya, bahwa di luar sana banyak orang yang masih menderita. FYI, anak mbak Leila S. Chudori juga bernama Rain, entah terispirasi oleh anaknya atau bukan, cerpen ini sungguh bagus, terasa nyata.

9. Malam Terakhir

Tentang ketidakadilan dan kekuasaan, dan seorang gadis melihat ketidakadilan tersebut dilakukan oleh ayahnya sendiri yang penuh kuasa di pemerintahan.

“Ulat-ulat kecil…,” isak si Kurus tiba-tiba, “akan hancur diinjak sepatu bergerigi itu. Tapi, ulat kecil itu akrab berdekapan dengan tanah. Dan mereka akan menyuburkan bumi ini dengan udara kebenaran.”

Ada banyak tema yang bisa diambil dari kesembilan cerpen di atas, tentang feminisme, kebebasan, tentang komitmen, pernikahan, issue sosial dan politik, ketidakadilan, kasih sayang kepada orang tua, tentang kehilangan, kepura-puraan, bahkan ada yang berbau religius. Untuk gaya bahasanya, di buku ini banyak mengunakan metafora, seperti di cerpen Adila dimana dia mempunyai fantasy berteman dengan orang-orang yang terkenal akan kebebasannya, cerpen Keats yang terasa aura suramnya karena adanyanya burung gagak dan John Keats yang berdialog dengan Tami, di cerpen Malam Terakhir ada seorang tahanan wanita yang alat vitalnya digerogoti oleh tikus, seperti itu. Buat saya yang pemula dalam membaca buku sastra, saya harus mencernanya pelan-pelan bahkan membacanya berulang-ulang untuk mengerti maksud sebenarnya. Memang sedikit berbeda dengan Pulang yang gaya bahasanya lebih ‘apa adanya’, tidak banyak bahasa metafora sehingga lebih mudah saya terima.

Untuk tokoh favorit saya sebenarnya suka Marc, dia menginggatkan saya akan Segara Alam (salah satu tokoh di Pulang), persetan dengan kegilaannya dia terlihat keren dengan goresan yang dihasilkannya. Sedangkan untuk tokoh perempuan, saya suka Ilona, dia wanita yang kuat, tahu apa yang dia mau meskipun bertentangan dengan moral dan agama, yang penting dia bahagia menurut versinya.

Covernya suka, hanya saja saya tidak tahu gambar di cover tahun 2009 mewakili cerpen apa, berbeda dengan dua cover pertama dan terbaru sangat jelas terlihat. Minim typo dan fontnya juga sedang, tidak mengganggu ketika kita membacanya. Buku ini tidak ada ilustrasi seperti di novel Pulang atau kumcer 9 dari Nadira, cukup disayangkan, walaupun kadang susah dimengerti, ilustrasi yang ada di tiap bab mewakili isi ceritanya, membuat kemasannya semakin menarik. Buku ini juga mengalami seleksi dari edisi lama, dipilih beberapa cerita pendek yang mewakili penulis dan zamannya, gaya sederhana yang memiliki kompleksitas cerita. Sayangnya tida disebutkan berapa jumlah cerpen di edisi pertama yang diterbitkan oleh Pustaka Utama Graffiti. Setelah membaca ketiga bukunya saya tidak menemukan perubahan besar dalam gaya tulisan mbak Leila, setelah dua puluh tahun vakum menerbitkan buku, di buku terbarunya saya masih mendapati sajak kematiannya John Keats, salah satu penyair favoritnya, tokoh-tokoh dalam Mahabharata, ruang-ruang pribadi bagi tokoh perempuannya, tema keluarga yang selalu diangkat ke dalam ceritanya, mungkin di buku terbarunya, Pulang, saya merasa lebih cocok karena bahasanya yang lebih ringan tanpa mengindahkan tema berat di dalamnya.

Buku ini saya rekomentasikan buat pecinta sastra indonesia, khususnya bagi pemula seperti saya :D

3 sayap untuk yang ditabrak malam.
Profile Image for Gloria.
87 reviews12 followers
November 16, 2015
Ketika membaca buku perisi kumpulan cerpen-cerpen Leila yang ditulis pada tahun 1989 ini saya kira saya akan melihat cikal bakal seorang Leila S. Chudori yang sekarang, namun ternyata saya tidak sepenuhnya benar. Tidak seperti cerpen pada umumnya, saya menemukan beberapa ketuntasan di sini. Ketuntasan yang dicari pembaca karena terdoktrin bahwa segala sesuatu dalam hidup ada penutupannya, meski kenyataannya tidak.

Dengan sudut pandang yang berubah-ubah, meski tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan, saya merasa cerpen-cerpen di buku ini seperti darah yang gelap karena kekurangan oksigen, kental, dalam, dan nyeri luar biasa.

Di satu sisi lainnya terlihat padat, sintal, dan montok. Menggaungkan birahi yang tak jauh-jauh dari sastra juga manusia. Saya mengagumi cara Leila menggambarkan hal tabu itu di sini. Bahwa birahi lebih dari sekedar nafsu biologis sesederhana wham, bam, thank you mam! Tapi ada banyak pergumulan manusia yang menyelimutinya.

Terkadang saya merasa buku ini begitu personal, tapi saya tidak cukup mengenali penulisnya untuk mencap demikian.
Profile Image for Afy Zia.
Author 1 book115 followers
August 6, 2019
3 bintang.

Setelah baca Laut Bercerita, saya penasaran dengan karya-karya Leila Chudori yang lain. Akhirnya, jatuhlah pilihan saya pada kumcer Malam Terakhir.

Mungkin karena saya memang bukan penggemar kumcer, jadi pas baca ini rasanya nguantuk pol. Buku yang cuma 140 halaman ini bahkan baru bisa saya kelarin satu minggu. Ngg...

Jujur, ada beberapa cerpen yang saya skimming bacanya karena menurut saya membosankan. Dan mungkin saya juga lagi nggak kepengin baca kumcer kali yaa jadinya cepet bosen sama buku ini.

Tapi saya suka sama 2 cerpen terakhir:

Sepasang Mata Menatap Rain
Ini cerpen tentang anak kecil bernama Rain yang pemikirannya cukup kritis layaknya seorang anak kecil yang banyak tanya. Dia ketemu sama cewek gelandangan di pinggir jalan dan dia bisa merasakan kesedihan di mata cewek itu. Entahlah, saya suka aja cara penulis menarasikan dialog Rain sebagai anak kecil yang suka bertanya ini.

Malam Terakhir
Cerpen ini jadi penutup bukunya. Dan menurut saya, cerita ini agak punya feel seperti Laut Becerita, makanya saya suka hahaha. 😁
Profile Image for Arien.
60 reviews53 followers
October 30, 2016
Hampir 30 tahun sejak hampir seluruh cerpen ini ditulis, dan masih relevan. Bravo!
Profile Image for Abi Ghifari.
105 reviews7 followers
February 29, 2016
Dua puluh tahun sejak memulai karir sebagai jurnalis di salah satu media paling berpengaruh di Indonesia – Tempo, Leila S Chudori akhirnya kembali kepada ruang kreasinya yang telah lama ia tinggalkan, sastra. Hal itulah yang diungkapkannya pada pengantar kumpulan cerita pendek ‘Malam Terakhir’, karyanya yang pernah diterbitkan pada 1989, yang kali ini kembali diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada 2009, dengan perubahan desain sampul dan revisi konten, bersamaan dengan diterbitkannya karyanya yang lain bertajuk ‘9 dari Nadira’.

Hal lain yang juga diungkapkannya ialah bahwa cerita pendek, meskpun Leila adalah seorang pembaca novel yang setia, merupakan ruang kreasinya yang sejati dan bahwa berbagai cerpen karangan penulis besar dunia seperti Virginia Woolf, Ernest Hemingway, dan JD. Salinger, telah menginspirasinya untuk berkarya di dunia sastra, sehingga tak pelak cerpen selalu mendapat tempat tersendiri di hati pengarang novel best-seller ‘Pulang’ ini.

Ia juga melanjutkan bahwa setiap kata pada dasarnya memiliki fungsi dan ‘nasib’nya masing-masing. Aada kata-kata yang ditakdirkan sebagai bagian dari sebuah cerpen, menjadi bagian sebuah novel, maupun bagian dari reportase jurnalistik. Juga mengutip penyair kenamaan Indonesia, Sutardji Chalzoum Bachri bahwa cerpen menjadi menarik karena sanggup menyediakan ledakan dahsyat dalam ruang yang relatif sempit. Eksplorasi atas penggunaan kata-kata serta ‘ledakan’ alur cerita menjadi begitu tampak pada kumpulan ini.

Sebagian besar cerita pada kumpulan ini mengangkat tema eksplorasi psikologis atas seorang protagonis (yang didominasi oleh karakter perempuan) dalam menghadapi berbagai problematika khas ke-Timur-an seperti norma sopan-santun, kesusilaan, sosial-kemasyarakatan, pernikahan, hingga permasalahan keluarga yang berakhir dengan tragis.

Penjelajahan atas kondisi psikologis karakternya terkadang melibatkan khayalan, yang kadangkala menyentuh batas tipis antara imajinasi dan realita sehingga tampak terkesan metaforistik dan surealistik. Hal ini tampak pada cerpen ‘Adila’ dimana sang protagonis Adila menjelajahi alam fantasinya yang mendukung perangai kritis dan penolakannya akan norma-norma yang umum berlaku di dunia timur. Adila, yang ilustrasinya ternyata menjadi sampul buku kumpulan cerpen ini (Penerbit KPG, 2009), selalu mendapat perlakuan kasar dari ibunya dan tak pernah mendapatkan jawaban memuaskan atas pertanyaan kritisnya. Hingga akhirnya melalui alam khayalnya, Adila menemui ajal setelah meneggak segelas baygon sementara ibunya meraung-raung meratapi berbagai aksesoris yang dikenakan Adila saat menjemput maut.

Pergumulan batin protagonis wanita juga tampak pada cerita ‘Air Suci Sita’ yang terinspirasi dari suatu kisah dalam kitab Ramayana ‘Rama dan Sita’ (atau Shinta yang lebih dikenal secara umum di Indonesia). Sang protagonis Sita mempertanyakan mengapa hanya Raja Agung Rama yang berhak menyangsikan kesetiaan Dewi Sita yang sekian lama bersemayam di istana Raja Berwajah Sepuluh (Dasamuka atau Rahwana) sementara ia tak dapat mempertanyakan kembali kesetiaan Raja Agung selama ia berpisah. Kisah ini terefleksi pada pasangan kekasih yang terpisah jarak dan waktu.

Lain lagi dengan cerpen ‘Keats’ dimana Tami, si narator dan penggerak cerita mempertanyakan paksaan keluarganya untuk menikahi Hidayat karena kedudukan dan status sosialnya yang terpandang sebagai seorang penyair religius, ketimbang sebagai pribadi dan seorang manusia yang juga memiliki perasaan. Pemaknaan atas pernikahan juga tersirat pada cerpen ‘Ilona’. Ayah Ilona yang membesarkannya secara tidak konvensiona ternyata menyebabkan Ilona tumbuh sebagai perempuan yang cenderung bertentangan dengan peraturan-peraturan yang dianggap mengekangnya., hingga akhirnya ia melahirkan seorang putra tanpa melalui pernikahan.

Tema sosial juga beberapa kali mencuat pada kumpulan ini. Salah satunya pada cerita ‘Sepasang Mata Menatap Rain’. Sebuah kisah yang terkesan autobiografis keluarga Leila ini berkisah tentang Rain, gadis cilik berusia dua tahun yang dengan kepolosannya banyak bertanya mengenai permasalahan yang membuat orang dewasa bahkan kehabisan kata untuk menjelaskannya. Rain kemudian menatap sepasang mata pengamen cilik yang dianggapnya mewakili kelaparan dan kesedihan hingga membuatnya tergerak dan mengajak orangtuanya untuk membantu pengamen tersebut.

Sebuah kritik sosial atau barangkali alegori atas keadaan aktual saat ini dapat terlihat pada cerpen terakhir yang juga menjadi judul kumpulan ini, ‘Malam Terakhir’. Cerpen ini menawarkan kisah dengan tema utopia negatif atau distopia, sebuah keadaan kekacauan yang sama sekali jauh dari stabilitas. Tiga orang aktivis demokrasi, Si Gemuk, Si Kurus, dan Si Kacamata dituduh membakar sebuah gerbong kereta hingga dijebloskan ke dalam penjara dan disiksa. Eksekusi untuk ‘pengacau’ seperti mereka adalah digantung di pusat kota oleh pemerintah berkuasa, serta dinimkati oleh masyarakat mapan sebagai sebuah ‘pertunjukan seni’. Melihat kisah seperti ini sangat mungkin Leila sedkit banyak ingin menyentil dan mengkritisi pemerintahan Orde Baru saat itu yang begitu represif terhadap pergerakan para aktivis kemanusiaan yang tak segan-segan ‘dihilangkan’ dari sejarah tanpa ada jejak tertinggal. Cukup mengejutkan bahwa cerpen dengan tema seperti ini mampu lolos dari gunting tajam sensor Orde Baru yang otoriter.

Berbeda dengan novel ‘Pulang’ yang cenderung deskriptif dan mengedepankan penelusuran sejarah yang ditulis dengan gaya pewartaan khas jurnalis, kumpulan cerpen ‘Malam Terakhir’ lebih menampilkan sisi puitik dari Leila dimana banyak digunakan metafora dan alegori. Karya ini merupakan sebuah kumpulan menarik bagi mereka yang meminati cerpen karya pengarang Indonesia dan bagi mereka yang tertarik untuk membaca lebih lanjut karya-karya Leila S Chudori.
Profile Image for Kim Lily.
122 reviews
August 12, 2023
MBAK LEILA T-T I LOVE YOU SO MUCH!

Sumpah ekspektasi ku dengan mbak Leila selalu dibayar dengan manis!! Ga pernah aku membaca satupun buku mbak Leila yg mengecewakan selalu dibayar kembali dengan meriah dan gegap gempita!

Serius aku ga terlalu suka dengan short stories biasanya, tapi yg satu ini T-T aku beneran luv kali la pokoknya. Gaya bahasanya yg mesra serasa dibawa berdansa dengan segala keindahan metafora dan makna yg berkilauan.

Isu sosial yang diangkat sangat dekat dan tepat dijabarkan, saya merasa ikut simpati dan terhubung dengan berbagai macam masalah dan isu yg dibawa setiap cerita terutama cerita yg terakhir. Serius mbak saya nangis T-T.

Pokoknya keren poll mbak ya Allah T-T aku sayang mbak 💜
Profile Image for Missy J.
618 reviews100 followers
March 19, 2022
Last year, I read Leila Chudori's Laut Bercerita, which was a fantastic five star read about the student activists, who protested and went missing in the 90s Indonesia. The author is also known for the novel Pulang, but I decided to read her first short story collection "Malam Terakhir" instead. Most of these stories were written in the late 80s, but the book edition I read published them in 2009 when the author's daughter urged her to look at these stories again. I can imagine that some of the stories were too controversial to be published during the Suharto era. Once again, the writing was flawless. Some of the subjects felt autobiographical, other stories focused on overseas Indonesians and women, who go against social conventions. All of the stories included references to other literature (English literature, the Mahabharata) and some of the characters in the books mentioned were personified in the story. I'm still hesitant to read Pulang (due to bad reviews about the translation), but I will definitely check out her second short story collection 9 dari Nadira. Here's quick summary of the nine short stories:

1. Paris, Juni 1988: story of an Indonesian student in Paris and her creepy French flat mate. 3.5*
2. Adila: story of a teenage girl, who grows up with busy, urban parents. 4*
3. Air Suci Sita: my favorite story. It's about an Indonesian student in Canada and after four years, her fiance from Indonesia is going to pay her a visit. The story parallels Dewi Shinta's story and how female loyalty is expected while nobody questions male loyalty. 5*
4. Sehelai Pakaian Hitam: story about a female writer, who doesn't care what others think about her and just writes about the truth, and a male religious writer, who is pressured by society. 3*
5. Untuk Bapak: a slightly confusing story about a father, who works in theater and his relationship to his daughter. I may have missed some of the wayang references. 2.5*
6. Keats: story of an Indonesian woman, who is called back to her home country to marry an Indonesian man, even though she already has a boyfriend in Europe. The story was a bit stereotypical, but I did enjoy the poem (I wonder what the original English version of it is like). 4*
7. Ilona: story about an independent Indonesian woman, whose family background and eventual development strays far from social conventions in the country. 4.5*
8. Sepasang Mata Menatap Rain: seems like an autobiographical story about the author's daughter, who was two years old at that time and what happened on a Sunday excursion to the mall. 4.5*
9. Malam Terakhir: horrific story about the students, who protested. This was already written in 1989. 4.5*
Profile Image for Rayya Tasanee.
Author 3 books24 followers
April 11, 2017
Baca kumpulan cerpen aja sampai sebulan?
Hehe. Karena berkali-kali gagal fokus, sih. Minjam di Ijak. Masa pinjam habis, download lagi. Begitu terus sampai akhirnya selesai juga baca ini. Bagaimanapun, membaca buku dalam bentuk buku asli lebih menyenangkan. *Kenapa gak beli aja, sih?* Sebenarnya karena khawatir kalau nggak sesuai ekspektasi. Huhu.

Baik, ini buku ketiga Leila S. Chudori yang saya baca. Harusnya saya membaca ini lebih dulu dibandingkan 9 dari Nadira dan Pulang, karena kumpulan cerpen ini merupakan karya pertama Leila S. Chudori dalam bentuk buku. Latar waktunya akhir abad ke-20 tapi masih relevan untuk dibaca sekarang.

Cerpen-cerpen dalam Malam Terakhir ini atmosfernya sendu. Beberapa tokohnya mengalami neurosis, menyeret pembaca untuk merasa iba. Ada cerpen yang mengusung tema feminisme. Sebagian mengangkat tema sosial yang di dalamnya selalu ada tuntutan masyarakat. Adanya sisipan tokoh pewayangan menambah informasi saya yang tidak banyak tahu cerita pewayangan. Hampir semua cerpennya menarik. Bagi saya sendiri, yang paling saya suka adalah Sepasang Mata Menatap Rain, Adila, dan Untuk Bapak.

Tokoh utama dalam cerpen Sepasang Mata Menatap Rain adalah balita 2,5 tahun bernama Rain, yang sangat cerdas dan memiliki empati tinggi. Rasanya ingin saya peluk Rain untuk menenangkannya.

Yang membuat saya kurang nyaman adalah penggambaran kota Paris dalam cerpen Paris, Juni 1988. Saya mendapat kesan bahwa Paris adalah kota yang sangat buruk (padahal saya ingin ke sana), juga karakter ibu Adila dan karakter tantenya Tami dalam cerpen apa ya, saya lupa judulnya. *plak* Oh, Keats. Dua karakter perempuan tersebut begitu penuh penghakiman. Meskipun ini tulisan fiksi, penulis mempengaruhi pembaca dengan anggapan bahwa para 'emak-emak' itu begitu jahat. Ah, tapi masih banyak ibu-ibu yang baik di luar sana. Sekali lagi, ini kan fiksi. Hehehe, begitu bagusnya kemampuan menulis Leila S. Chudori ini hingga saya terbawa suasana karena setting suasananya memang sangat kuat.

Kalau 9 dari Nadira itu seperti candu, membuat saya ketagihan untuk terus membacanya, bahkan hingga tengah malam. Sedangkan Malam Terakhir ini tidak menimbulkan adiksi, tetapi menarik untuk dibaca.

3,6 of 5 stars.
Profile Image for cher m..
39 reviews
June 7, 2017
Berhasil aku tamatin dalam waktu satu jam lebih. Lama karena banyak yang harus aku baca beberapa kali, karena kali pertama ngebacanya bikin aku bingung dan nggak bisa nyerap apa yang penulis coba untuk sampaikan.

Favoritku adalah Sepasang Mata Menatap Rain, Ilona, Untuk Bapak, dan Malam Terakhir.

Sepasang Mata Menatap Rain sukses bikin aku nangis. Maklum, orangnya lemah menyangkut kemanusiaan. Karakter Rain yang begitu polos sukses nyentuh soft spot aku. Apalagi kalimat terakhir yang diucapkan Rain, sambil terisak, "Matanya menangis, tapi tidak ada air matanya.... Itu pasti karena dia sudah kehabisan air mata, karena dia sudah lelah menangis."

Ilona berkisah tentang seorang anak yang dibesarkan dengan kebebasan. Ia diberi ruang untuk privasinya sendiri, dan pemikirannya merebak liar, ditodong ke kedua orangtuanya. Kalimat-kalimat yang Ona lontarkan buat aku tertegun.

Untuk Bapak- nggak ada alasan khusus. Emang sensitif menyangkut figur ayah.

Malam Terakhir bikin aku meringis pilu. Lebih pilu lagi ketika aku sadar, kisah yang Leila sampaikan bukan fiksi belaka. Apa yang ia kisahkan itu, pernah terjadi dan, siapa tahu masih terjadi? Perbedaan pandang yang signifikan dan desakan untuk menyamakan pandangan.

Ini bukan karya Leila kesukaanku, juga bukan buku kumpulan cerita favoritku. Jadi, tiga bintang!
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for cher.
99 reviews2 followers
February 12, 2022
4.5 stars from me! I finished the book less than a day. Wouldn't lie, karya Ibu Leila se-worth it itu untuk dibaca. Terakhir kali aku baca buku karya Ibu Leila itu 'Laut Bercerita' dan langsung jatuh cinta banget. Kali ini, aku mutusin buat baca 'Malam Terakhir' karena lagi gak pengen baca yang panjang-panjang. Buku ini terdiri dari 9 cerpen yang mengangkat tema women stereotypes in Indonesia. Aku bersyukur banget akhirnya nemu bacaan tentang stereotip-stereotip perempuan. Meskipun bahasa nya vulgar dan kontroversial, narasi Ibu Leila emang gak pernah gagal, sih <3

Buku ini ternyata ditulis ditahun 1989 dan kaget banget stigma-stigma perempuannya masih relate sampe sekarang. Actually, this book deserve a five stars. Tapi, ada dua chapter yang bahasa nya tinggi dan kurang gampang dipahami karena menggunakan topik perwayangan & teater. Yet, i absolutely LOVE the 7 other stories. Stereotipe yang diangkat juga beragam, misalnya seperti; kodrat perempuan, suara perempuan yang jarang didengar, pemaksaan perempuan untuk menikah, women's loyalty being questioned sedangkan kesetiaan laki-laki diabaikan, dll. Saranku cuma satu, if you want to read any Leila Chudori's book, please do check the trigger warning karena mungkin akan sensitif bagi sebagian orang. Aku bisa jamin, all her works are worth to read.
Profile Image for Agoes.
491 reviews34 followers
October 12, 2016
Kumpulan cerita yang ada di dalam buku ini merupakan hasil karya penulis sewaktu masih muda dan dikompilasi kembali (saya membaca versi yang diterbitkan ulang seiring dengan terbitnya "9 dari Nadira"). Seperti yang dijanjikannya dalam bagian pengantar, cerita pendek ini memang tanpa basa-basi bunga-bunga kalimat yang tidak jelas, tetapi tetap disajikan dengan rangkaian kata yang menarik bagi pembacanya.

Aspek-aspek yang ada di dalam cerita-cerita ini turut diambil dari pengalaman pribadi penulis yang diwujudkan ulang dalam bentuk cerpen. Ada banyak referensi sastra di dalamnya, sehingga kita akan dapat melihat lapisan lain yang lebih bermakna ketika kita memahami referensi yang dimaksudkan. Di akhir tiap cerpen pun dituliskan kapan cerita tersebut ditulis/diterbitkan, sehingga akan cukup menarik juga untuk mempertimbangkan usia penulis saat membuat karya tersebut.

Sebagai pembaca, saya terus merasa tertarik untuk membaca cerpen ini karena saya berpikir: hal apa sih yang pernah dialami dan juga terus dipikirkan oleh penulis sehingga bisa menghasilkan karya yang seperti ini?
Profile Image for Glenn Ardi.
72 reviews474 followers
February 25, 2014
Karya mbak Leila waktu doi masih seorang wanita muda yang gelisah (halah!). Ya, tepat seperti umur-umur saya sekarang ini.

Sebenarnya sudah lama saya selesai membacanya, tapi baru terpikir untuk kasih review hari ini. Ada banyak detail yang memang sudah saya lupakan. Tapi saya tetap bisa menangkap kembali emosi dan memory yang tertinggal ketika saya selesai membacanya.

Hal yang menarik adalah, saya melihat sisi tulisan mbak Leila ketika seumuran dengan saya, saya penasaran bagaimana perkembangan intelektualitas-nya, bagaimana dia memandang dunia ini pada saat itu, juga tentang dirinya sendiri, dan juga orang lain.

Dari kumpulan cerpen ini, saya melihat ada segumpulan kegelisahan dan semacam kegemasan terhadap lingkungannya, terhadap pernikahan, keluarga, seks, sistem politik, pemerintahan. Ada banyak nuansa keterasingan, rasa sinis dan pemberontakan - tapi yang paling saya ingat adalah semangatnya untuk menyerukan kejujuran dan integritas.
Displaying 1 - 30 of 388 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.