Daniel's Reviews > Laut Bercerita

Laut Bercerita by Leila S. Chudori
Rate this book
Clear rating

by
8957684
's review

it was amazing
bookshelves: best-book, books-that-must-be-read, that-feel, 100-books

Leila S. Chudori
Laut Bercerita
Kepustakaan Populer Gramedia
389 halaman
9.2 (Best New Book)

Ketika saya akhirnya berhasil menutup Laut Bercerita, belum pernah saya menangis sekencang ini sejak mendengarkan album Dunia Milik Kita milik Dialita. Dialita atau di atas lima puluh tahun adalah sekelompok paduan suara yang terdiri atas para wanita penyintas atau anak-anak dari para penyintas tahanan politik PKI pada tahun 1965. Para wanita ini ditahan, disiksa, dan diperkosa karena dugaan keterlibatan mereka dengan komunisme. Mereka diasingkan ke Plantungan dan menerima perlakuan keji yang tidak manusiawi dan melanggar hak asasi. Tetapi dalam masa penahanan mereka, mereka menemukan secercah cahaya lewat lagu-lagu yang ditulis di dalam penjara, lagu-lagu yang dilarang pemerintah untuk dinyanyikan, sampai akhir tahun lalu, ketika musisi lokal--seperti Frau, Sisir Tanah, dan Cholil Mahmud--yang tergerak untuk mengangkat kisah mereka yang dibungkam ini memutuskan untuk menyanyikan lagu-lagu terlarang tersebut dan mengemasnya ke dalam Dunia Milik Kita. Suara para wanita yang semakin menua ini terdengar begitu getir dan pahit, saat mereka mengenang masa lalu yang mereka atau ibu mereka pernah alami, tetapi ada harapan yang terselip dari suara mereka, ada berkas cahaya krepuskular yang menyelusup dari awan gelap. Rasanya muskil untuk mendengar album ini tanpa menangis. Dan dalam satu hal, naratif dari Dunia Milik Kita ini serupa dengan naratif Leila S. Chudori pada Laut Bercerita.

Meski lini masa antara Dunia Milik Kita dan Laut Bercerita terpaut tiga puluh tahun, dan Chudori sudah pernah menarik benang merah antara masa 1965 dan masa kejatuhan orde baru dalam Pulang, keduanya mengangkat dua masa terkelam pelanggaran hak asasi manusia yang pernah dialami negara ini, catatan hitam yang setiap orang enggan untuk membuka dan mengakuinya. Ketika pemerintah lebih memilih untuk mengabaikan kalau noda gelap itu ada, Chudori memutuskan untuk menarik keduanya kembali, untuk mengingatkan bahwa masa lalu yang gelap itu memang sungguh pernah terjadi dan itu memang hal yang buruk, tetapi kita tidak boleh memungkiri bahwa kejadian itu pernah terjadi, menutup telinga agar tidak dapat mendengar teriakan dan tangisan orang-orang yang hak asasinya dirampas.

Laut Bercerita sendiri terjadi saat masa-masa orde baru, ketika hak manusia untuk berpendapat, berserikat, dan berkumpul dirampas dan dicap sebagai kegiatan yang subversif oleh pemerintahan orde baru. Masa-masa orde lama dan orde baru--meski terlampau tiga dekade lebih--memiliki pola yang sama. Masyarakat hidup dalam cengkeraman ketakutan, mulut mereka disumpal oleh ancaman penjara dan pembunuh misterius. Mayat yang mengambang di kali atau tergeletak di pinggir jalan sudah menjadi pemandangan sehari-hari masyarakat. Surat kabar, majalah, dan buku-buku yang berani vokal atau berhaluan kiri dibredel dan tak boleh dibaca. Hanya para mahasiswa yang berani mendambakan Indonesia yang lebih demokratis, Indonesia yang lebih bebas. Salah satunya adalah Biru Laut, seorang mahasiswa sastra Inggris dari UGM. Awal pertemuannya dengan seorang gadis mungil bernama Kasih Kinanti di tempat fotokopi buku-buku terlarang membawanya terlibat dalam Winatra dan Wirasena, kegiatan mahasiswa yang mendambakan hal serupa. Di sana ia bertemu dengan kawan-kawan seperjuangan, kawan-kawan yang berani bergerilya melawan pemerintahan yang lalim. Mereka tidak bersenjatakan senjata api, tetapi hanya biji jagung. Mereka memihak rakyat kecil, mereka memihak rakyat Indonesia.

Tetapi mereka terlibat dalam hal yang berbahaya. Pemerintah berusaha untuk menangkap mereka, menyiksa mereka dengan setrum, dan mengintimidasi mereka, tetapi para mahasiswa ini tak kenal gentar. Mereka terus berjuang sampai akhirnya organisasi mereka dianggap berbahaya dan Laut terpaksa menjadi buron bersama dengan teman-temannya: Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, Kasih Kinanti, dan lusinan temannya yang lain. Siksaan yang mereka alami jauh lebih hebat. Dihajar, disiram dengan air es, dipukul, dan penyiksaan yang paling menyakitkan adalah melihat teman mereka ternyata adalah seorang pengkhianat. Tak lama sebelum presiden lengser, para tahanan mulai dibebaskan. Namun, dari 22 mahasiswa yang ditahan, hanya sembilan orang yang kembali. Tiga belas orang sisanya, termasuk Laut, entah di mana.

Laut Bercerita diceritakan melalui dua sudut pandang: Laut dan adik perempuannya yang cerdas, Asmara. Laut menceritakan masa-masa perjuangannya sebelum akhirnya diculik dan ditenggelamkan ke dalam laut, sementara Asmara menceritakan masa-masa perjuangannya mencari tahu keberadaan kakaknya. Kualitas Chudori sebagai seorang jurnalis memang tidak perlu diragukan lagi. Meskipun mengaku bahwa ia lebih nyaman menyajikan kisah yang benar-benar dialami Nezar Patria ke dalam wujud fiksi, Laut Bercerita terasa autentik dan investigatif. Meski narasi Laut terasa sedikit feminin di bagian awal--saya baru sadar bahwa ia seorang lelaki ketika bertemu dengan Anjani--kata-kata Laut yang mendayu-dayu dengan sempurna menggambarkan karakternya yang hemat bicara, cerdas, tetapi berapi-api dan idealis. Jika saya berusaha menyuarakan tipe pemuda semacam ini, saya pun akan menggunakan pilihan kata yang sempurna. Laut mungkin terlihat egois, tetapi tanpa orang-orang seperti Laut yang memperjuangkan kemerdekaan, Indonesia tak akan bisa seperti ini.

Dalam paruh kedua buku ini, giliran Asmara yang bercerita. Adik perempuan Laut, seorang dokter muda, yang memang tidak terlibat secara langsung dalam perjuangan mahasiswa, tetapi ia membela negara ini dengan mengabdikan ilmunya ke daerah terpelosok Indonesia. Meski demikian, ia tetap membela perjuangan kakaknya. Ketika Laut menghilang, ia yang paling tegar meski sebenarnya ia yang terkena dampaknya paling hebat. Ketika orangtuanya menyangkal bahwa Laut tak akan kembali, ketika pacar Laut menyangkal bahwa Laut tak akan kembali, Asmara-lah yang menjadi satu-satunya orang yang paling berakal sehat dari mereka semua. Tetapi ialah yang paling kehilangan. Kakaknya yang cerdas, kakaknya yang menyayanginya, kakaknya yang protektif. Ketika akhirnya ia bergabung ke dalam Komisi Orang Hilang dan mendapat berita ada tumpukan tulang-belulang yang ditemukan di Pulau Seribu, ia tahu kakaknya pasti tak akan pernah kembali. Dan ialah satu-satunya yang bisa menjaga keluarganya untuk tetap utuh meski ia sendiri juga memerlukan penghiburan. Ketika Asmara mulai bisa menerima kenyataan, ia memutuskan untuk melanjutkan perjuangan kakaknya, menentang desperados atau penghilangan orang secara paksa. Tak hanya fokus pada isu lokal, Laut Bercerita juga melihat lewat sudut pandang dunia dengan melibatkan ibu-ibu Plaza de Mayo.

Chudori seorang wanita yang kuat, dan itu jelas-jelas direfleksikan lewat karakter-karakter wanita dalam Laut Bercerita yang kuat dan tegar. Sama seperti para wanita penyintas korban tahanan politik PKI, Kasih Kinanti, Anjani, Asmara, para ibu dari mahasiswa yang menghilang, dan para ibu Plaza de Mayo, dalam tangisan mereka, ada kekuatan. Mereka masih tetap berharap, mereka masih berpegang pada harapan bahwa kekasih mereka akan kembali. Bahwa perjuangan para wanita dalam menjadikan Indonesia seperti sekarang ini tidak bisa dimungkiri.

"Matilah engkau mati/ Kau akan mati berkali-kali" adalah kutipan yang diucapkan oleh Sang Penyair, satu sosok yang dihormati oleh Laut, dari puisi Soetardji Calzoum Bachri, menjadi esensi dan jiwa dari Laut Bercerita. Para mahasiswa ini memang sudah tiada, dan mereka seakan-akan dilenyapkan, tetapi roh semangat dan nama mereka akan selalu dikenang dan diukir, di mana pun mereka berada sekarang ini.

Daftar nama tiga belas orang mahasiswa yang masih hilang, beserta beberapa mahasiswa lain yang tewas pada masa orde baru bisa dilihat di sini.
197 likes · flag

Sign into Goodreads to see if any of your friends have read Laut Bercerita.
Sign In »

Reading Progress

November 4, 2017 – Shelved
November 4, 2017 – Shelved as: to-read
Started Reading
November 7, 2017 – Finished Reading
November 12, 2017 – Shelved as: best-book
November 12, 2017 – Shelved as: books-that-must-be-read
November 12, 2017 – Shelved as: that-feel
October 26, 2021 – Shelved as: 100-books

Comments Showing 1-9 of 9 (9 new)

dateDown arrow    newest »

Hanif Di samping review yang sangat bagus ini, namanya mas mengikatkanku sama karakter Daniel yang cukup kocak di awal cerita.. wkwk


Ribka Haha karakter Daniel kusangka betulan "hidup" dan menulis review tentang perjuangan sahabatnya, Laut. *masih baper sama ceritanya.


Daniel Ribka Caroline Caroline wrote: "Haha karakter Daniel kusangka betulan "hidup" dan menulis review tentang perjuangan sahabatnya, Laut. *masih baper sama ceritanya."

Hanif wrote: "Di samping review yang sangat bagus ini, namanya mas mengikatkanku sama karakter Daniel yang cukup kocak di awal cerita.. wkwk"

Kebetulan saja namanya yang sama saja huhu aku tak berkulit putih dan tak tampan :(


Daniel Mayang Dwinta wrote: "Reviewnya bagus dan mengentaskan galau saya yang habis baca buku ini. Makasiiih."

Thanks a lot!! :)


Hilman Abdul  Aziz Kak, aku mau izin nyomot sedikit review bikunya buat tugas sekolah tenyang meresensi buku. Semoga di kasih izin :)🙏


Daniel Hilman wrote: "Kak, aku mau izin nyomot sedikit review bikunya buat tugas sekolah tenyang meresensi buku. Semoga di kasih izin :)🙏"

Halo Kak Hilman, terima kasih sudah mampir ya. Perkara aku kasih izin atau nggak, nggak ada yang bisa aku lakukan buat mencegah orang lain buat tetep ngopi review asal-asalan ini. Tapi aku salut dengan keberanianmu, dan kalau kamu jadi mau ngutip review ini, yang aku minta cuma satu: cantumin kredit/sumber dari mana asalnya, ya.

Semoga sukses ya.


Hilman Abdul  Aziz Iya, Kak. Terima kasih 🙏


message 8: by San (new) - rated it 5 stars

San jujur tidak menyangka akan sangat tersentuh dengan cerita seperti ini.
penggambaran mengenai perasaan keluarga yang ditinggalkan membuat kesedihan yang bisa dirasakan oleh saya (pembaca).


Aurel Dmnk ....


back to top